Status Naik DIK Dan Masuk Kejari, Kasatpol PP Mulai Klarifikasi di Beberapa Media

Foto/Repro
Foto/Repro

Jika selama ini bungkam dan tidak merespon pesan sejumlah wartawan, akhinya Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kabupaten Lebong, Andrian Aristiawan angkat bicara terkait laporan warga Sukau Datang Kecamatan Tubei, I Ratna Sari.


Bahkan, klarifikasi yang diberikan oleh pejabat aktif ini hanya ke beberapa media online lokal saja. Itupun setelah status laporan warga Sukau Datang Kecamatan Tubei, I Ratna Sari naik dari penyelidikan (Lidik) menjadi penyidikan (Dik).

Termasuk Penyidik Satreskrim Polres Lebong akan melimpahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh penyidik kepada jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Lebong.

Dalam keterangan yang dikutip beberapa media online lokal, ia membantah laporan warga Sukau Datang I tersebut.

“Saya tegaskan itu tidak benar seperti yang dilaporkan pelapor,” tegasnya sebagaimana dikutip beberapa media online lokal.

Versinya, kejadian ini saat dirinya melakukan penertiban kendaraan roda dua untuk melihat kondisi fisik pada bulan November 2022 lalu.

Namun, ia mengklaim jika pelapor tidak mengindahkan instruksi pelapor sehingga sampai adanya penarikan paksa dari rumah pelapor meskipun pelapor pada saat itu sedang tidak ada di rumah.

Menurutnya, karena penarikan sepihak itu memancing pelapor yang juga berstatus sebagai abdi negara mendatangi Kantor Satpol PP, untuk menanyakan penarikan paksa itu kepada dirinya langsung.

Dari keterangannya, ia mengaku jika  pelapor belum bersedia mengembalikan kendaraan itu karena selama difungsikan, perawatannya menggunakan uang pribadi.

Mendengar pernyataan tersebut, ia sempat meminta kwitansi atau bukti pembayaran perbaikan motor, namun pelapor dituding tidak bisa menunjukannya.

Pada saat jam pulang, ia menerima laporan bahwa kantor dalam keadaan rusak. “Ketika saya tanya dia (Ratna) tidak mau mengaku dan akhirnya kami kembali cekcok mulut,” ucapnya.

Sebab itulah, kata Kasatpol PP, ia berinisiatif melaporkan tas dugaan pengerusakan yang dilakukan Ratna ke Polsek Lebong Atas. Sementara ratna juga melaporkan dirinya ke Polres Lebong atas dugaan pengancaman dengan kekerasan.

"Laporan kami saat ini masih terus bergulir dan dirinya melaporkan saya dengan perbuatan yang tidak pernah saya lakukan,” tegasnya.

Seiring berjalan Kasatpol PP bersama Ratna sudah ada kesepakatan untuk menyelesaikannya secara damai atau pelapor sudah sepakat untuk dilakukan restorative justice (RJ). Akan tetapi ketika akan dilaksanakan RJ, tiba-tiba pelapor membatalkannya.

“Sudah dimediasi oleh pihak kepolisian dan awalnya siap untuk berdamai,” jelasnya.

Melihat hal tersebut, Kasatpol menduga ada kepentingan pihak-pihak tertentu yang ingin memanfaatkan kondisi atas perkara yang saat ini sedang ditangani pihak kepolisian. Apalagi dalam hal ini, dirinya melihat pengacara pelapor yang tidak mau damai.

“Ia pengacara yang tidak mau damai yang sellau mencari-cari kesalahan,” ujarnya.

Versi Korban Berawal Dari Silang Pendapat Soal Pengalihan Anggaran

Pelaporan di Polres Lebong antara Kepala Satpol PP Lebong, Andrian Arisetiawan dengan Kasubag Perencanaan dan Keuangan, Ratna Sari diduga berawal dari silang pendapat pengalihan penggunaan anggaran di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lebong. 

Kasubag Perencanaan dan Keuangan Satpol PP Lebong, Ratna Sari mengutarakan, dirinya nekat melapor bosnya ke Aparat Penegak Hukum (APH) lantaran memang sudah ada silang perbedaan pendapat terkait pengalihan mata anggaran.

Ia menceritakan dahulu ada penambahan anggaran untuk para Tenaga Harian Lepas Terdaftar (THLT) Satpol PP dari Rp 500 ribu menjadi Rp 900 ribu per bulan, dan ditambah uang piket sebesar Rp 200 ribu per bulan. Artinya, penerimaan THLT Satpol PP per bulan itu Rp 1,1 jt per bulan.

Itupun setelah Bupati Lebong, Kopli Ansori menerima audiensi para THLT Satpol PP Lebong. Maka mata anggaran untuk honor dan gaji adanya penambahan di APBD Perubahan 2022 yang semula Rp 948 juta menjadi Rp 1.668.000.000. Artinya, ada penambahan Rp 720 juta.

"Itu dianggarkan penambahan Rp 600 ribu (penambahan honor Rp 400 ribu dan uang piket Rp 200 ribu) terhitung bulan Juni sampai Desember 2022," ujarnya..

Hanya saja, uang sebesar Rp 200 ribu untuk uang piket THLT dari bulan Juni sampai Desember itu diduga dialihkan sepihak oleh bosnya yang waktu itu masih menjadi Kabid Tibum.

Pengalihan anggaran itu berupa anggaran sarana dan prasarana, yakni berupa pengadaan baju tahan api dan SPPD.

"Inilah awal mula ada perbedaan pendapat antara saya dan Kepala Satpol PP Lebong saat dia mengikuti lelang.  Ini dilakukan keputusan sepihak waktu beliau sebelum mengikuti lelang (Selter JPTP)," ucapnya.

Ia mengaku, mata anggarannya untuk uang piket THLT sebesar Rp 200 ribu per bulan tidak patut diahlikan. Terlebih lagi, penambahan perintah pimpinan untuk kesejahteraan THLT.

"Niat kita dari awal sesuai dengan petunjuk tim anggaran untuk mensejahterakan THLT. Khususnya yang piket-piket," ucapnya.

Puncak Keributan Penarikan Kendaraan Dinas Sepihak

Dia mengaku, puncak keributan terjadi pada Jum'at (11/11) sekitar pukul 17.00 WIB dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Kantor Satpol PP Lebong.

Itupun setelah kendaraan dinasnya diangkut sepihak. Padahal, kendaraan itu selama ini perawatannya menggunakan uang pribadi, dan ada berita pinjam pakai.

"Pada hari kejadian sekitar pukul 12.00 WIB, bendahara barang menghubungi saya atas perintah Kasatpol PP untuk kembalikan kendaraan dinas. Tapi, kita minta hari senin saja karena ada notanya, dan lagi pula saya masih tugas disana," ungkapnya.

Dia menegaskan, ketersinggungan pihaknya saat dirinya tidak berada di rumah, namun Kasatpol PP meminta sejumlah THLT datang kediamannya di Desa Sukau Datang I Kecamatan Tubei, mengangkut paksa di depan anak-anaknya yang berada di rumah.

"Lalu saya menyusul ke kantor, kamu kok suruh anak buah narik motor ke rumah, itu tidak ada etika. Kuncinya masih sama saya," ujar Ratna saat meniru cekcok mulut saat kejadian.

Di lokasi, bukan malah meredamkan. Malah, Kasubag Perencanaan dan Keuangan itu mendapatkan ancaman akan dimutasi dari Kantor Satpol PP.

"Kelak kamu kulaporkan dan ku mutasikan kamu. Aku nih kasat," ucapnya sembari meniru jawaban komandannya.

Setelah itu terjadinya cekcok mulut. dirinya juga membenarkan karena sudah naik pitam sempat menendang pintu yang mengakibatkan kayu dari plafon ruangan jatuh.

"Dia kasar aku dikasar juga. Lalu dia tarik, dan sikut kepala aku sampai menyentuh dinding," ucapnya.

Ia juga mengaku, tidak pernah ingin membawa perkara itu ke APH. Akan tetapi, karena bosnya melapor Ke Polsek Lebong Atas dan menurunkan anggota polisi saat kejadian, maka dirinya juga melapor balik ke Polres Lebong.

"Dia juga melapor perusakan barang di Polsek Lebong Atas atas kerusakan barang.  Karena dia melapor, saya datangi langsung ke Polsek Lebong Atas untuk klarifikasi. Saya merasa terancam, karena dia orangnya nekat. Mulai dari kendaraan di rumah saya saja ditarik, di depan umum saja dilawan," tutupnya.

Sementara itu, Kepala Satpol PP Lebong, Andrian Arisetiawan saat dikonfirmasi sebelumnya malah belum menjawab respon wartawan.

Perkara Satpol PP Naik DIK, Hari Ini Pelimpahan SPDP Ke JPU Kejari Lebong

Setelah cukup lama, akhirnya Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor (Polres) Lebong, resmi menaikkan status laporan warga Sukau Datang Kecamatan Tubei, I Ratna Sari dari penyelidikan (Lidik) menjadi penyidikan (Dik).

Hal itu sebagaimana disampaikan Kapolres Lebong, AKBP Awilzan melalui Kasat Reskrim IPTU Alexander kepada wartawan saat dikonfirmasi, Selasa (10/1) kemarin.

"Tadi sore kita sudah laksanakan gelar naik status ke penyidikan," kata Alex kepada wartawan, kemarin (10/1).

Lanjut dia menjelaskan, jika tidak ada kendala, hari ini Rabu (11/1) Penyidik Satreskrim Polres Lebong akan melimpahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh penyidik kepada jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Lebong.

"Insya Allah besok (hari ini, red) sudah kita kirim SPDP ke Kejaksaan," pungkasnya.