Sosialisasi Figur Capres 2024 Dinilai Kurang Adil dan Berat Sebelah

Zainal Bintang/Net
Zainal Bintang/Net

Pemasaran figur calon presiden untuk Pilpres 2024 dinilai kurang adil karena hanya fokus pada tokoh yang berasal dari pulau Jawa.


“Berat sebelah," kata politisi senior Partai Golkar, Zainal Bintang, dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (11/6).

Dirinya mempertanyakan adanya kampanye sosialisasi calon presiden yang didominasi tokoh dari pulau Jawa atau Kawasan Indonesia Barat. 

Seharusnya, kata dia, ada keseimbangan dengan memberi ruang yang sama kepada tokoh nasional asal Kawasan Timur Indonesia (KTI) untuk bisa ikut berkontestasi di dalam panggung Pemilu 2024.

“Kurang adil," tekan Bintang.

Baginya, promosi calon presiden asal daerah lain seperti KTI penting guna mengisi kekosongan setelah tokoh Indonesia Timur, Jusuf Kalla lengser.

“Harus ada kesinambungan yang mencerminkan keharmonisan bangsa dari Sabang sampai Merauke di level jabatan kepresidenan," jelas Bintang.

Dikatakannya, dari masa ke masa selalu ada kader bangsa yang andal dari kawasan KTI. Terkait hal itu, Bintang bersama koleganya telah memutuskan membuat forum promosi dan sosialisasi figur pemimpin yang andal dari KTI.

"Ada yang menyebut nama wadahnya 'Tata KTI Rebound!'," lanjut Bintang.

Hal itu merujuk pada tahun 2008 menjelang pemilu 2009, Bintang bersama beberapa tokoh Indonesia Timur pernah membentuk wadah Gerakan Solidaritas Kebangkitan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia (Tata KTI).

Ditanya soal persiapan 'Rebound Tata KTI', Bintang hanya mengatakan, “wait and see”.

Menurut catatan, era kedua Presiden Jokowi terdapat nama beken berdarah dari Indonesia Timur, seperti Sandiaga Uno (Menparekraf), Syahrul Yasin Limpo (Mentan), Johnny Gerard Plate (Menkominfo), dan Suharso Monoarfa (Menteri PPN/Kepala Bappenas).

Ada pula nama lain seperti mantan Mentan, Andi Amran Sulaiman dan mantan Menteri PAN-RB, Komjen Polisi (Pur) Syafruddin. Belum lagi jajaran legislatif seperti Wakil Ketua DPR RI, Rakhmat Gobel, Wakil Ketua MPR RI, Fadel Muhammad dan Ketua DPD RI, LaNyalla Mahmud Mattalitti.

“Ini baru beberapa nama saja, namun masih bisa ditambahkan sambil jalan," ujar Bintang.

Meskipun persiapan menuju Pemilu 2024 yang masih tiga tahun lebih, namun terlihat sekarang lebih heboh dibanding beberapa pemilu sebelumnya. Hiruk-pikuk sosialisasi figur capres mendominasi pemberitaan media. Memenuhi ruang publik.

Sesuai konstitusi, petahana tidak dapat mencalonkan diri lagi. Hal ini yang mendorong sejumlah petinggi partai dan tokoh terkenal tergoda untuk maju bertarung.

Yang banyak mendapat sorotan, sejumlah calon presiden oleh parpol maupun melalui lembaga survei seluruhnya figur Jawa atau KBI (Kawasan Barat Indonesia).

Ada nama seperti Puan Maharani, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono dan bertengger pula nama lama Prabowo Subianto. Dominasi nama tersebut itulah yang memantik reaksi mempertanyakan mengapa tidak ada figur andal dari KTI.

“Ini berindikasi menyepelakan potensi dan kompetensi anak bangsa dari KTI," ujar Bintang berseloroh.

Bagaimana pun juga, kata dia, keseimbangan geopolitik Indonesia berbasis Wawasan Nusantara harus dijaga. Panggung Pemilu 2024 harus mencerminkan keseimbangan geopolitik Indonesia dengan berlaku adil terhadap kader bangsa dari KTI.

“Belum tentu kader-kader anak bangsa dari KTI secara kualitas dan kompetensi kalah dengan mereka yang berasal dari KBI," tutup Bintang.