Saksi Kasus Mafia Tanah, Mulai Dari Mantan Narapidana Korupsi, Tersangka Tak Ditahan Hingga Eks Camat Coli

Empat Saksi: Kemeja Putih (Edwar), Kemeja Batik (Saidul), Kemeja Hitam (Lasmudin), Kemeja Silver (M Syahroni)/RMOLBengkulu
Empat Saksi: Kemeja Putih (Edwar), Kemeja Batik (Saidul), Kemeja Hitam (Lasmudin), Kemeja Silver (M Syahroni)/RMOLBengkulu

Pengadilan Negeri (PN) Tubei menggelar perkara pemalsuan surat dengan agenda Pembuktian oleh Penuntut Umum di Ruang sidang Prov Mr Kusumah Atmadja PN Tubei, Rabu (7/12).


Pantauan di lapangan, sidang yang awalnya dijadwalkan digelar pukul 10.00 WIB berlangsung molor hingga pukul 14.19 WIB menunggu kehadiran jaksa.

Sidang perkara itu dipimpin Fakhruddin yang bertindak sebagai Hakim Ketua dengan hakim anggotanya, yakni Hendro Hezkiel Siboro, dan Adella Sera Girsang.

Sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lebong menghadirkan empat saksi, yakni M Syahroni (Mantan Camat Rimbo Pengadang 2010-2012) selaku pelapor, Saidul (Mantan Lurah Rimbo Pengadang), Lasmudin (Mantan Camat Rimbo Pengadang), dan Edwar (Mantan Staf di Camat Rimbo Pengadang).

Menariknya, empat saksi yang dihadirkan untuk menjerat H ini justru memiliki catatan kelam. Mulai dari M Syahroni yang tak lain Narapidana korupsi proyek pembangunan Pasar Rakyat Lebong.

Termasuk Saidul yang juga diketahui sebagai tersangka Polda Bengkulu dalam kasus Mafia Tanah di Lebong tahun 2021 lalu.

Tersangka dengan nomor: SPDP/67/VII/2021/Dit Reskrimum tanggal  30 Juli 2021 tidak ditahan dan disidang. Bahkan, saat ini ia justru ditunjuk JPU sebagai saksi.

Saksi lain adalah Lasmudin (Eks Camat Rimbo pengadang) yang baru-baru ini adalah pemeran video call seks (VCS) yang tengah viral di tengah masyarakat.

Terakhir, Edwar (Mantan Staf Camat Rimbo Pengadang) yang pada saat itu staf Syahroni dan Lasmudin seketika menjabat Camat Rimbo Pengadang.

Kemeja Putih (Edwar), Kemeja Batik (Saidul), Kemeja Hitam (Lasmudin), Kemeja Putih (M Syahroni)

Sebelum sidang dimulai, keempat saksi ini jalani sumpah yang dipandu langsung oleh Anggota Hakim PN Tubei Hendro Hezkiel Siboro.

Saksi yang pertama disidangkan, yakni M Syahroni yang melapor terdakwa H sekaligus dimintai keterangan.

Anehnya, ia melapor pada saat itu masih menjalani proses hukum di Rutan Malabero Kota Bengkulu pasca terbukti bersalah di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu.

Dalam kesaksiannya, ia mengakui jika telah menunjuk Dwi Agung Joko Purwibowo sebagai pelapor. Meskipun pelaporan itu telah dicabutnya sebelum proses persidangan ini dimulai.

"Iya saya (warga binaan) 2020 sampai 2022. Tidak (pernah mendatangi polres melapor). Tapi, pernah dipanggil. Itu ada pengacara saya. Pertama dulu Sugiarto kemudian dilimpahkan ke Agung. Setahu saya pengacara saya (Agung) mundur sebagai pengacara dengan alasan saya tidak tahu," ujarnya menjawab pertanyaan kuasa hukum terdakwa H.

Tak hanya itu, ia juga mengakui tidak pernah melaporkan terdakwa H dalam kasus pemalsuan surat tersebut. Ia memastikan hanya meminta polisi menindak tegas pelaku pemalsuan tandatangannya.

"Saya tidak melapor siapa-siapa. Saya tidak pernah melapor Hendra. Saya hanya ingin tahu siapa yang palsukan tanda tangan saya," tegasnya.

Namun demikian, ia mengutarakan, jika stempel yang digunakan dalam surat keterangan kepemilikan tanah tersebut adalah stempel pemerintahan kecamatan.

Dia mengakui, kasus ini bermula saat dirinya sebagai warga binaan diminta keterangan oleh penyidik atas keabsahan tandatangan dirinya tersebut.

"Saya koordinasi dengan (Sugiarto) sebaiknya ini dilapor," pungkasnya.

Sidang berjalan alot. Mayoritas Majelis Hakim menanyakan perihal kronologis perkara tersebut. Bahkan, hakim memberikan kesempatan JPU dan Pengacara H untuk saling tanya jawab.

Kasus Janggal, Paminal dan Propam Turun ke Lebong

Untuk diketahui, sebelumnya kasus dugaan sindikat mafia tanah yang menyasar lahan sejumlah warga bergulir di Polda Bengkulu dan Polres Lebong.

Dua laporan itu berkutat pada persoalan adanya upaya 'penjarahan' berupa balik nama kepemilikan tanah yang tanpa diketahui oleh korban.

Masing-masing lahan tersebut berada di sejumlah titik di Desa Talang Ratu Kecamatan Rimbo Pengadang.

Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bengkulu pada tahun 2021 lalu telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, namun tak ditahan dan disidang.

Padahal, penyidik telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.

Masing-masing, SA selaku Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Rimbo Pengadang, DS mantan Dirut PT KHE, dan oknum perwira Polres Lebong berinisial AL.

Tak hanya itu, pada tahun 2022 ini giliran Polres Lebong menetapkan H sebagai tersangka. Menariknya, dalam dua perkara ini tiga tersangka yang ditetapkan di Polda Bengkulu tidak ditahan dan diproses. Sementara, untuk tersangka H diproses bahkan disidang di PN Tubei.

Selain itu, H juga diperiksa Paminal dan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Bengkulu. Pemeriksaan ini karena diduga terdapat kejanggalan dalam penetapan sebagai tersangka tunggal dalam perkara dugaan sindikat mafia tanah pembebasan lahan di PT KHE.