Rupiah Anjlok, Hati-hati Krisis Ekonomi Siap Mengancam Kapan Saja

RMOLBengkulu. Bank Indonesia (BI) harus memiliki timing yang cermat, tepat dan cepat. Alasannya BI tidak selalu berada di pasar dalam setiap titik dan waktu. BI harus memastikan bahwa jangan sampai kecepatan pelemahan melebihi kecepatan intervensi BI.


RMOLBengkulu. Bank Indonesia (BI) harus memiliki timing yang cermat, tepat dan cepat. Alasannya BI tidak selalu berada di pasar dalam setiap titik dan waktu. BI harus memastikan bahwa jangan sampai kecepatan pelemahan melebihi kecepatan intervensi BI.

"Tetapi perlu diingat pelemahan rupiah tidak semata-mata disebabkan oleh faktor eksternal kenaikan suku bunga The Fed, tetapi disumbang juga oleh faktor internal yaitu kinerja perekonomian nasional," kata Sekretaris Bidang Ekonomi Keuangan, Industri, Teknologi dan Lingkungan Hidup (Ekuintek-LH) DPP PKS Handi Risza dalam keterangannya, Senin (2/7).

Salah satunya, kata Handi, adalah kondisi current account barang dan jasa menjadi salah satu pemicu pelemahan rupiah. Tren defisit neraca perdagangan yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan tersebut akan meningkatkan kebutuhan pembelian terhadap mata uang dolar AS lebih tinggi, dibandingkan dengan rupiah.

Handi menguraikan berdasarkan data BPS, nilai impor semenjak Januari 2018 mengalami defisit perdagangan mencapai 670 juta dolar AS. Defisit itu terjadi karena nilai impor yang mencapai 15,3 miliar dolar AS, sedangkan kinerja ekspor hanya 14,46 miliar dolar AS.

Lebih parah lagi neraca perdagangan bulan Mei 2018 mengalami defisit sebesar 1,52 miliar dolar AS. Hal ini disebabkan nilai impor lebih tinggi sebesar 17,64 miliar dolar AS dibandingkan dengan nilai ekspor yang sebesar 16,12 miliar dolar AS.

"Oleh sebab itu BI tidak bisa sendiri dalam menjaga dampak yang ditimbulkan dari pelemahan rupiah saat ini. Perlu ada bauran kebijakan monter dan fiskal (policy mix) oleh regulator yang tepat. Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter perlu terus dimaksimalkan dalam rangka menjaga neraca pembayaran, cadangan devisa, defisit dan inflasi," ungkapnya.

Berdasarkan data BI, lanjut Handi, dalam menjaga stabilitas rupiah, cadangan devisa Indonesia sudah terkuras 6,89 persen dari 132 miliar dolar AS pada Januari menjadi 122,9 miliar dolar AS pada Mei 2018.

Dia mendesak pemerintah tidak boleh lagi menganggap enteng pelemahan rupiah yang terjadi saat ini, melalui pernyataan para pejabatnya. Justru pemerintah harus menunjukkan kewaspadaan yang mendalam.

Pemerintah harus memastikan setiap pengeluaran yang terkait kurs dalam kondisi terkendali. Apalagi asumsi kurs dalam APBN 2018 masih dipertahankan sebesar Rp. 13.400, bisa dipastikan kondisi tersebut akan berdampak terhadap belanja subsidi BBM serta pembayaran pokok maupun bunga utang yang semakin menumpuk. Jika tidak ditangani secara hati-hati bahaya krisis ekonomi akan siap mengancam kapan saja.

"Yang paling penting harus dijaga oleh pemerintah adalah menjaga stabilitas ekonomi masyatakat. Apalagi stagnasi pertumbuhan ekonomi dalam tiga tahun terakhir, harus menjadi signal bagi pemerintah untuk mulai realistis dalam mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi mengesampingkan stabilitas perekonomian masyarakat," ujar Handi.

Dia menilai banyak kebijakan pemerintah yang tidak menunjukkan keberpihakan langsung kepada masyarakat. Diantarannya adalah menaikan harga BBM, tarif tol dan harga pangan, semuanya akan bermuara pada daya beli masyarakat dan tingkat kesejahteraan maayarakat yang semakin menurun.

"Ditambah lagi Pemilu Presiden sudah di depan mata," demikian Handi Risza. dikutip Kantor Berita Politik RMOL. [ogi]