Rahiman Dani: Presidential Threshold 20 Persen Jadi Pintu Lahirnya Politik Uang

Pengamat Politik Dan Dosen Universitas Hazairin Bengkulu, Rahiman Dani Saat Diwawancarai Televisi Lokal Bengkulu/RMOLBengkulu
Pengamat Politik Dan Dosen Universitas Hazairin Bengkulu, Rahiman Dani Saat Diwawancarai Televisi Lokal Bengkulu/RMOLBengkulu

Penetapan Predisential Thresold atau ambang batas pencalonan presiden dengan minimal 20 persen kursi di legislatif menuai berbagai pro kontra di kalangan masyarakat. Beberapa pihak bahkan kembali melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggugat putusan tersebut.


Pengamat Politik dan Dosen Universitas Hazairin Bengkulu, Rahiman Dani menilai penetapan PT 20 persen ini akan berpotensi melahirkan proses demokrasi yang tidak sehat. Selain itu, Presidential Threshold 20 persen akan membuat para calon melakukan segala cara untuk mendapat kursi serta dukungan partai demi memenuhi hasrat maju sebagai calon presiden ataupun kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

"Saya kira presiden thresold 20 persen ini sangat riskan terjadinya praktek-praktek politik kotor. Beberapa pihak pasti akan berusaha mendapatkan dukungan partai dan kursi di legislatif walaupun dengan cara-cara yang tidak dibenarkan. Ini yang kita takutkan bakal jadi praktek oligarki kekuasaan di masa depan," katanya dalam wawancara bersama televisi lokal, Selasa (15/02).

Eks Anggota DPRD Provinsi Bengkulu ini juga setuju jika syarat pencalonan presiden maupun kepala daerah diubah menjadi 0 persen. Menurutnya hal tersebut dirasa lebih fair karena setiap partai politik dapat mencalonkan kader-kader terbaiknya.

Ia juga mengapresiasi atas sikap para akademisi, mahasiswa, aktivis dan penggiat demokrasi yang telah mengajukan judicial review presiential thresold ke MK. Kendati demikia, ia menyadari kalau permohonan uji materi mengenai PT 20 persen ini sebelumnya sudah 17 kali diajukan dan diputus oleh MK dengan amar putusan ditolak dan tidak dapat diterima.

"Semoga permohonan untuk koreksi PT 20 persen menjadi 0 persen itu dapat dikabulkan, agar Pilpres maupun Pilkada serentak 2024 kelak lebih memenuhi asas konstitusi dengan kedaulatan rakyatnya sehingga menjanjikan kemungkinan hasil yang lebih berkualitas," tutupnya.