Transaksi politik uang dalam proses demokrasi di Indonesia masih tergolong tinggi. Hal ini ditemukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui sebuah kajian internasional.
- Dipertanyakan, Jokowi Masih Diam Soal PKPU Larangan Eks Napi Korupsi Nyaleg
- Alumni IMM Sulsel Minta Maaf Ke Menteri Amran
- Optimalkan Informasi Pengajuan Bacaleg, KPUD Gelar Sosisalisasi
Baca Juga
Ketua KPU RI, Ilham Saputra menerangkan, pihaknya mencatat temuan lembaga internasional yang menyebutkan persentase politik uang di Indonesia di atas standar internasional.
"Menurut sebuah riset, jumlah pemilih yang terlibat politik uang dalam Pemilu 2019 di kisaran 19,4 persen hingga 33,1 persen," ujar Ilham dalam diskusi pendidikan pemilih dalam pencegahan politik uang pada pemilu dan pemilihan, Selasa (5/10).
Angka tersebut, kata Ilham, memberikan predikat kepada Indonesia sebagai salah satu negara urutan teratas yang masih marak politik uangnya.
"Sangat tinggi kalau dikaitkan dengan standar internasional," imbuhnya.
Menurut Ilham, politik uang dalam Pemilu akan melahirkan kepemimpinan politik yang cendrung berperilaku koruptif, sehingga bisa merusak pada integritas negara di mata dunia.
"Dapat merusaka dan menciderai demokrais itu sendiri. Dan dapat merusak pemimpin-pemimpin yang kita pilih," tuturnya.
Maka dari itu, KPU berusaha keras untuk memberikan pendidikan politik kepada pemilih. Ilham menerangkan, pihaknya kini sudah membentuk program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan untuk merealisasikan hal tersebut.
"KPU juga berusaha maksimal memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana rusaknya atau negatifnya politik uang dalam tahapan penyelenggaraan pemilu dan pemilihan," tandasnya, dilansir Kantor Berita Politik RMOL.
- Berlian Kandidat Yang Patut Diperhitungkan Sebagai Bacaleg Golkar Dapil II BU-Benteng
- Setelah Linda, Giliran Cawawalkot Mirza Ke TPS Singgaran Pati
- Empat Pesan SBY Di HUT Partai Demokrat Ke-20