Pengembangan Kasus Suap Ekspor Benur Yang Merembet Ke Bengkulu, Ini Kata KPK

Bekas Menteri KP, Edhy Prabowo mengajukan banding atas vonis 5 tahun penjara karena terbukti menerima suap izin ekspor benur/RMOL
Bekas Menteri KP, Edhy Prabowo mengajukan banding atas vonis 5 tahun penjara karena terbukti menerima suap izin ekspor benur/RMOL

Pengembangan perkara dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020 masih terkendala karena hukuman terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo belum berkekuatan hukum tetap.


Demikian disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri menanggapi desakan banyak pihak yang mempertanyakan perkembangan pengembangan kasus benur yang juga merembet ke wilayah Bengkulu.

"Saat ini perkara tersebut masih ada yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap," ujar Ali kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat sore (5/11).

Terdakwa yang belum memiliki kekuatan hukum tetap yaitu, Edhy Prabowo yang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas vonis lima tahun penjara di tingkat pertama yakni di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Masih ada terdakwa yang melakukan upaya hukum banding dan saat ini belum diputus Pengadilan Tinggi Jakarta," pungkas Ali.

Penelusuran Kantor Berita Politik RMOL melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, permohonan banding Edhy telah diajukan pada Kamis (22/7).

Perkembangan terakhir, Senin (4/10), masih dalam tahap penetapan hari sidang. Di tingkat Pengadilan Tipikor Jakarta, Edhy divonis lima tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.

Edhy juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS serta dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokoknya.

Edhy dinyatakan telah bersalah melanggar Pasal 12 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

Dalam musyawarah Majelis Hakim, terdapat satu Hakim yang memiliki pandangan yang berbeda atau dissanting opinion. Hakim yang dimaksud adalah, Hakim Anggota I, Suparman Nyompa.

Menurut Hakim Suparman, Edhy lebih tepat dijerat dengan Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor dibandingkan dengan Pasal 12 huruf a.

"Menimbang berdasarkan fakta-fakta tersebut, sehingga tidak tepat jika terdakwa dinyatakan telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a UU RI nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 dan seterusnya pada dakwaan alternatif pertama. Bahwa Hakim Anggota I berpendapat, terdakwa sesungguhnya hanya melanggar ketentuan Pasal 11 UU RI nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 sebagaimana pada dakwaan alternatif kedua," kata Hakim Suparman di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (16/7). 

Diketahui dalam perkara kasus benur, Penyidik KPK telah memanggil beberapa pejabat di bengkulu diantaranya Kepala Bappeda Prov Bengkulu, Isnan Fajri, Eks Bupati Kaur Gusril Pausi, Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah hingga eks Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kaur, Edwar Heppy. [ogi]