Pengadaan Helikopter Rugikan Negara Capai Rp 224 Miliar

Ketua KPK, Firli Bahuri mengumumkan penahanan tersangka asus dugaan korupsi terkait pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017/RMOL
Ketua KPK, Firli Bahuri mengumumkan penahanan tersangka asus dugaan korupsi terkait pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017/RMOL

Dugaan korupsi pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara (AU) tahun 2016-2017 diduga merugikan keuangan negara senilai Rp 224 miliar. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan seorang tersangka dari pihak swasta.


Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan, KPK telah menetapkan seorang sebagai tersangka setelah menemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Satu tersangka itu, yaitu Irfan Kurnia Saleh (IKS) alias Jhon Irfan Kenway (JIK) selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan selaku pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KGC).

"Setelah tim penyidik memeriksa sekitar 30 orang saksi dan untuk keperluan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan IKS selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 24 Mei 2022 sampai dengan 12 Juni 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," ujar Firli kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa malam (24/5).

Selanjutnya, Firli membeberkan kontruksi perkaranya. Di mana pada sekitar Mei 2015, Irfan bersama Lorenzo Pariani (LP) sebagai salah satu pegawai perusahaan AgustaWestland (AW) menemui Mohammad Syafei (MS) yang saat itu masih menjabat selaku Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.

Dalam pertemuan tersebut kata Firli, membahas di antaranya alam dilaksanakannya pengadaan Helikopter AW 101 VIP/VVIP TNI AU.

Irfan yang juga menjadi salah satu agen AW diduga selanjutnya memberikan proposal harga kepada Syafei dengan mencantumkan harga untuk satu unit Helikopter AW-101 senilai 56,4 juta dolar AS, di mana harga pembelian disepakati Irfan dengan pihak AW untuk satu unit Helikopter AW-101 hanya senilai 39,3 juta dolar AS atau setara dengan Rp 514,5 miliar.

Kemudian pada November 2015, panitia pengadaan Helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU, mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang proyek dan hal ini tertunda karena adanya arahan pemerintah untuk menunda pengadaan tersebut karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung.

Lalu pada 2016, pengadaan Helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU kembali dilanjut dengan nilai kontrak Rp 738,9 miliar dan metode lelang melalui pemilihan khusus yang hanya diikuti oleh dua perusahaan.

"Dalam tahap lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) kontrak pekerjaan," jelas Firli.

Harga penawaran yang diajukan Irfan kata Firli, masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015 senilai 56,4 juta dolar AS dan disetujui oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Irfan juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Fachri Adamy (FA) selaku PPK.

Selanjutnya, untuk persyaratan lelang yang hanya mengikuti dua perusahaan kata Firli, Irfan diduga menyiapkan dan mengkondisikan dua perusahaan miliknya mengikuti proses lelang tersebut dan disetujui oleh PPK.

Untuk proses pembayaran yang diterima Irfan diduga telah 100 persen. Di mana, faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak, di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

Sehingga, kata Firli, perbuatan Irfan tersebut diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan (Menhan) 17/2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

"Akibat perbuatan IKS, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738,9 miliar," pungkas Firli.