Dualisme Badan Musyawarah Adat (BMA) di Kabupaten Lebong terus berlanjut. Kedua belah pihak saling adu argumen di PTUN Medan. Namun, hasil sengketa ini justru disambut santai Pemkab Lebong.
- PIM Digelar 104 Hari, Para Peserta Sudah Mulai Pembelajaran Mandiri
- Hibah Rp 49 Miliar Masih Diproses
- Anggaran TPP ASN Sudah Siap, OPD Bisa Ajukan Pencairan Awal Juli
Baca Juga
Kabag Hukum Setda Lebong, Mindri Yaserhan menanggapi santai keputusan tersebut. Menurutnya, keputusan itu akan dibahas dengan pimpinan daerah.
"Kita pelajari dulu putusan PT TUN Medan," katanya yang tengah berbincang dengan Bupati Kaur, Lismidianto Kamis (16/2).
Dia menambahkan, salinan putusan itu akan disampaikan kepada pimpinan daerah. Termasuk terkait legalitas SK kedua lembaga tersebut kedepannya. "Lapor pimpinan dulu baru kita bisa mengambil sikap," demikian Mindri.
Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat menyebutkan sebaiknya SK Bupati yang bersengketa ini dinonaktifkan saja terlebih dahulu. Sebab, hingga saat ini Peraturan Daerah (Perda) tentang pendirian BMA Kabupaten Lebong, belum ada.
"Ini kan acuannya belum jelas. Sebaiknya dari pada buat gaduh, lebih baik dibubarkan saja," kata salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya.
Ia mencontohkan, pada tingkatan Provinsi walaupun secara kelembagaan adat telah terdapat Badan Musyawarah Adat tingkat Provinsi namun secara hukum belum mempunyai payung hukum yang tegas.
Meskipun telah ada Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 1993 Tentang Badan Musyawarah Adat (lembaran Daerah Tahun 1994 nomor 41), yang mengatur tentang Badan Musyawarah Adat di daerah Bengkulu namun secara yuridis formal berbagai konsideran yang menjadi acuan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 1993 Tentang Badan Musyawarah Adat telah mengalami berbagai perubahan.
Hal ini menyebabkan keberadaan Badan Musyawarah Adat yang dibentuk atas dasar Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 1993 Tentang Badan Musyawarah Adat tidak memiliki pijakan hukum yang kuat /legal.
"Kita ibaratkan seperti pendirian Perumda Perberasan dan PDAM. Mereka berdiri karena ada Perda," jelasnya.
Ia menegaskan, keputusan ini tidak mutlak kesalahan Bupati Lebong, Kopli Ansori. Sebab, Mantan Bupati Lebong, Rosjosnyah sebelumnya juga mendirikan BMA tanpa ada dasar yang kuat.
"Jadi, ini mutlak kesalahan periode sebelumnya. Harusnya ini dirumus dan disusun melihat kabupaten lainnya. Baiknya, keduanya dinonaktifkan terlebih dahulu sampai Perdanya ada," tutupnya.
Terpisah, Ketua BMA Lebong, Nedi Aryanto Jalal saat dikonfirmasi mengaku bahwa SK dirinya diterbitkan semasa bupati sekarang bukan sebelumnya.
"Sekarang siapa bupati? Sekarang bupati kita Kopli bukan Rosjonsyah," ungkapnya.
Dia juga tidak mempersoalkan hasil putusan PTUN Medan. Sebab, masih ada kasasi atau buat SK baru. "Sekarang Ormas BMA Lebong payung hukumnya akta notaris dan Kemenkumham. SK Bupati semasa belum ada Perda belum juga bisa jadi payung hukum," tutup Aryanto.
- Kasus Covid-19 Meledak Lagi Di Lebong, Sehari 85 Orang Terkonfirmasi Positif
- Paripurna Istimewa: Isi Kemerdekaan Dengan Tugas Dan Profesi Masing-masing
- Tiga Raperda Pemkab Diparipurnakan DPRD