Pemilu, Pesta Demokrasi Valentinik

MOCH EKSAN
MOCH EKSAN

PEMERINTAH, DPR RI, KPU dan Bawaslu RI telah menyepakati pelaksanaan Pemilu Serentak pada Rabu, 14 Februari 2024.


Kesepakatan bersama ini mengakhiri ketidakpastian waktu. Dan, semua stakeholder pemilu pasca rapat bersama tersebut, pasti sudah berancang-ancang menyusun tahapan, program dan waktu pelaksanaan agenda Pilpres dan Pileg.

Tanggal 14 Februari 2024, bersamaan dengan perayaan Valentine's Day. Sebuah hari kasih sayang. Di mana seorang mengungkapkan cintanya pada pasangannya. Hari ini hari raya terbesar kedua setelah Hari Raya Natal. Tak kurang dari satu miliar manusia dari berbagai penjuru dunia merayakan hari kasih sayang ini.

Mereka lazim berbagi kartu ucapan, bunga dan coklat serta kencan bersama dengan pasangan masing-masing. Hari ini terkait dengan tokoh legendaris dalam sejarah dunia. Santo Valentinus yang dihubungkan dengan beberapa martir dari kaum gereja Katolik.

Valentinus adalah pastor yang menikahkan serdadu Roma secara sembunyi-sembunyi. Sementara Sang Kaisar Claudius II justru melarang pasukannya menikah. Akibat  pelanggaran ini, Si Pastor dihukum mati oleh Sang Kaisar pada 280 M.

Pilihan sikap sang martir untuk membangkang kebijakan penguasa yang tak berperikemanusiaan dan membela ajaran cinta kasih manusia dari rakyat, diperingati dalam prosesi misa gerejawi sejak 1836 sampai 1969 M. Prosesi ini berkat inisiatif dari Paus Gregorius XVI yang mengirimkan peti emas berisi tulang belulang Valentinus pada Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin Irlandia.

Gereja tersebut menjadi tujuan wisata untuk menyaksikan peti emas Valentinus yang diarak dalam prosesi khusyuk ke altar tinggi. Misa ini khusus diadakan untuk mempersembahkan perayaan bagi pasangan muda-mudi yang sedang kasmaran.

Pesan mitologi sejarah tersebut tanpa sengaja inheren dengan penetapan tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari dan tanggal pemungutan dan penghitungan suara Pilpres dan Pileg serentak. Pada hari dan tanggal bersejarah, misa demokrasi valentinik menyemai nilai cinta kasih terhadap negara dan sesama anak bangsa. Walau demokrasi Indonesia semakin bar-bar dan acapkali mengabaikan kebebasan, kesamaan dan persaudaraan antar anak bangsa.

Demokrasi valentinik adalah kedaulatan cinta rakyat. Sebuah ikhtiar untuk mempertahankan dan merebut kekuasaan dari, oleh dan untuk cinta terhadap rakyat sang pemangku kedaulatan tertinggi berdasarkan konstitusi. Makna cinta kasih dalam proses demokrasi ini yang mengeliminir praktek kekerasan, tipu muslihat dan politik uang dalam meraih dan memperebut kursi kekuasaan.

Praktek menghalalkan cara, apalagi sampai menumpahkan darah sesama, tak terlahir dari patriotisme dan nasionalisme sejati. Bung Karno, Pak Harto, BJ Habibie, Gus Dur adalah pemimpin negeri yang mengamalkan cinta tanah air di atas yang lain. Mereka lebih baik mengorbankan diri sendiri, daripada terjadi perang saudara untuk mempertahankan kekuasaannya.

Demokrasi valentinik bersepadan dengan demokrasi Pancasila yang berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan keadilan sosial. Pemilu sejatinya adalah perwujudan kedaulatan rakyat. Pesta demokrasi valentinik menghadirkan riang gembira dan suka ria. Semua senang, semua menang.

Sebab, siapa pun presiden yang terpilih itu kehendak rakyat, serta partai dan anggota DPR, DPD, dan DPRD manapun yang menang itu mandat rakyat pemilih.

Kasus kekerasan pemilu, akibat dari elite dan massa pendukung yang termakan hoax dan kebencian. Mereka tidak siap menang sekaligus tidak siap kalah. Mereka tak punya rasa cinta pada negara dan sesama anak bangsa. Padahal Hagen Berndt dalam buku Non Violence in The World Religions, berkesimpulan bahwa ajaran cinta kasih dalam agama-agama merupakan sumber dari gerakan antikekerasan.

Betapapun pemilu adalah perang politik yang keras dan sengit, semua harus menyadari, jangan sampai seperti kata pepatah "menang jadi arang dan kalah jadi abu". Menang dan kalah dalam pemilu adalah biasa. Torang samua basudara, judul sebuah lagu Rama Aiphama.

"Suda so dari dulu

Kitorang memang baku sayang

Opa deng oma so kase contoh

Sampe tua, baku sayang

Uti so kaweng deng, keke

No u so kaweng deng ungke

Kitorang jadi basudara, satu rasa

Rica-rica, deng dabu-dabu

Manado deng gorontalo

Kitorang baku sayang

Sangir deng bolangmongondow

Kitorang samua basudara".

Jadi, dari lagu daerah Manado di atas, pesannya sangat jelas dalam memaknai demokrasi valentinik. Pemilu sekadar mekanisme demokrasi dalam memilih pemimpin, wakil rakyat dan wakil daerah. Sesungguhnya, semua yang bersaing adalah bersaudara. Meraka sedari dulu saling menyayangi, seperti contoh kakek dan nenek yang saling cinta kasih sampai tua.

Penulis adalah Pendiri Eksan Institute