Naik Penyidikan, Kasus Mafia Tanah Lebong Ada Keterlibatan Oknum Dewan

Kombes Pol Teddy Suhendyawan Syarif/RMOLBengkulu
Kombes Pol Teddy Suhendyawan Syarif/RMOLBengkulu

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bengkulu telah menaikan status perkara sindikat mafia tanah di Desa Talang Ratu, Rimbo Pengadang, Lebong dari penyelidikan ke tahap penyidikan, Selasa (8/6).


Hal itu dibenarkan oleh Direktur Ditreskrimum Polda Bengkulu, Kombes Pol Teddy Suhendyawan Syarif saat ditemui di Polda Bengkulu. 

"Sudah (penyidikan). Karena kita sudah mulai menyita dari beberapa orang yang kita periksa," kata Kombes Pol Teddy Suhendyawan Syarif, Selasa (8/6).

Ditambahkan Kombes Pol Teddy Suhendyawan Syarif, adanya keterlibatan anggota dewan lebong dalam perkara sindikat mafia tanah yang ada di Desa Talang Ratu, Rimbo Pengadang, Kabupaten Lebong.

Selain anggota dewan, ada beberapa instansi yang diperiksa oleh Direskrimum Polda Bengkulu terkait pembebasan lahan pembangunan PT Ketaun Hidro Energi (KHE), diantaranya adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Dalam kasus ini keterlibatan anggota dewan tersebut adalah ikut memperjual belikan tanah itu. Dan ada runtutan dari dokumen penjualan tanah yang diduga dokumen itu palsu," sambungnya.

Sementara itu, meski telah masuk tahap penyidikan. Ditreskrimum Polda Bengkulu hingga saat ini belum menetapkan tersangka atas kasus mafia tanah tersebut. 

"Belum ada penetapan tersangka, namun saat ini kita terus mengumpulkan bukti-bukti," tutup Kombes Pol Teddy Suhendyawan Syarif.

Untuk diketahui, dugaan sindikasi mafia tanah di seberang sungai Ketaun, Lebon, terungkap berkat Samiun. Samiunlah yang mengaku sebagai pemilik sah beberapa bidang tanah di Desa Talang Ratu. 

Klaim Samiun, hanya bermodalkan surat hibah ayahnya, M. Rais, tanggal 20 Oktober 2020. Faktanya, Rais meninggal dunia tahun 2017. Bahkan dalam surat hibah itu, Samiun diduga memalsukan tandatangan ibu kandungnya, Bania, yang buta huruf. 

Sedangkan keterlibatan PT KHE, diungkap langsung oleh Camat Rimbo Pengadang, Lasmudin, saat audiensi di DPRD Lebong, 5 April 2021 lalu. Menghadirkan Lasmudin, dan adik kandungnya Kades Teluk Dien, Jon Kenedi. Serta perangkat pemerintahan, anggota dewan, dan perwakilan keluarga salah satu pemilik lahan, Mahmud Damdjaty. 

Campur tangan PT KHE, diakui Lasmudin, sudah berlangsung sejak lama. Lasmudin mengaku diperintahkan PT KHE menggelar mediasi di kantor Kecamatan Rimbo Pengadang, November 2020. 

Saat itu, Camat mengeluarkan surat bernomor 005/346/Kec-RP/2020 tanggal 12 November 2020, untuk mediasi, Jumat 13 November 2020. Ada pun pelaksanaan mediasi tersebut mengacu pada surat permohonan PT KHE ke Camat, bernomor 090/KHE-BUPATI/IX/2020, tanggal 1 Oktober 2020.

Hasil mediasi di Kecamatan Rimbo Pengadang, menetapkan bahwa, Samiun sebagai pemilik sah tanah. Kemudian, atas dasar itulah, PT. KHE diduga nekat dan sadar membayarkan sejumlah uang kepada Samiun.

Bahkan, pengakuan Camat Lasmudin, dirinya juga sempat menerima perintah dari PT KHE. Dalam hal ini, terkait upaya pengukuran paksa lahan Mahmud Damdjaty di seberang sungai Ketaun, 28 Januari 2021. 

Namun, saat itu pengukuran batal. Petugas Kantor Pertanahan (Kantah) Lebong menolak mengukur tanah Mahmud. Karena pengajuan penerbitan sertifikat Mahmud sedang diproses di Kantah BPN Lebong.

Tidak terima pengukuran batal, Camat Lasmudin dan Kades Jon Kenedi lantas melarang keluarga Mahmud menggunakan rakitnya. Imbasnya, dua lansia dan belasan keluarga lainnya terlantar di seberang sungai Ketaun. 

Sebelumnya, Kapolri Sigit juga telah menginstruksikan seluruh jajarannya, menindak siapa pun aktor intelektual di balik sindikat mafia tanah. Sebagai wujud program Polri Presisi. [ogi]