Menko Airlangga: Pandemi Mengingatkan Kita Akan Pentingnya Tata Kelola Perusahaan Yang Baik

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto/Dok
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto/Dok

Pandemi Covid-19 pada awal 2020, telah menimbulkan disrupsi dan menggeser berbagai tatanan kehidupan. Pandemi ini seolah mengingatkan, kesehatan hanyalah salah satu dari 17 Sustainable Development Goals (SDGs) PBB yang harus menjadi bagian dari keberlanjutan bisnis, baik di sektor publik maupun swasta.


Demikian dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam Indonesian Institure for Corporate Directorship Corporate Governance (IICD CG) Conference bertema The 10th ACGS Implementation: Road to ESG in Indonesia, secara virtual di Jakarta, Kamis (27/5).

“Kita melihat pentingnya kecepatan perusahaan merespon terjadinya hal-hal yang sebelumnya tak terduga. Semuanya menekankan kembali kebutuhan terhadap tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) sebagai fondasi utama pengambilan keputusan yang lebih baik,” ujar dia

Selama ini Good Corporate Governance (GCG) masih menjadi kelemahan yang dipunyai sebagian besar perusahaan di Indonesia. Penyebab krisis ekonomi di akhir tahun 90-an, salah satunya akibat tata kelola perusahaan yang buruk.

Belajar dari kelemahan tersebut, Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance (KNKG) dibentuk pemerintah pada tahun 1999. Lembaga ini pada awalnya membangun kesadaran pentingnya tata kelola perusahaan melalui seminar dan pelatihan serta penyusunan beberapa pedoman tata kelola. Awal 2014, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menerbitkan Peta Arah Tata Kelola Perusahaan Indonesia. Pedoman ini terutama ditujukan untuk emiten dan perusahaan publik.

Reformasi tata kelola ini berhasil mendorong inisiatif dari berbagai lembaga. Seperti, penerbitan indeks persepsi tata kelola setiap tahun. Dan pemberian penghargaan kepada perusahaan yang telah menerapkan tata kelola dengan baik.

Pada 2012, rata-rata total skor perusahaan di Indonesia baru mencapai 43,29. Angka itu meningkat hingga mencapai 70,8 pada 2019. Pada tahun itu, sepuluh perusahaan dari Indonesia masuk dalam kategori ASEAN Asset Class berdasarkan ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS).

Jumlahnya makin meningkat tiap tahun, yang menandakan makin banyak perusahaan tercatat di indonesia yang memiliki tata kelola yang baik.

“Meski terus terjadi peningkatan setiap tahun dalam pencapaian ACGS ini, masih ada potensi perbaikan skor negara kita, karena melihat secara umum bahwa kita masih tidak lebih tinggi dari negara lain yang berpartisipasi di ACGS kecuali Vietnam,” ujar Airlangga.

Dalam kaitannya dengan GCG, perlu mengubah prioritas dan mulai mengidentifikasi risiko lain yang menjadi bagian dari SDGs seperti perubahan iklim, keanekaragaman hayati, bencana alam, dan bencana lingkungan akibat ulah manusia.

“Kita melihat pentingnya kecepatan perusahaan merespon terjadinya hal-hal yang sebelumnya tak terduga. Semuanya menekankan kembali kebutuhan terhadap tata kelola perusahaan yang baik sebagai fondasi utama pengambilan keputusan yang lebih baik,” ujar dia.

Airlangga berharap kepada perusahan-perusahan yang melantai di bursa dapat berpartisipasi penuh dalam menerapkan praktik tata kelola yang baik. Perusahaan Indonesia yang telah tercatat ASEAN Asset Class tersebut dapat dijadikan contoh dan motivasi. Ke depannya, diharapkan skor rata-rata Indonesia dalam ACGS bisa meningkat, sehingga mendatangkan lebih banyak lagi investasi ke negara ini.

Airlangga menambahkan, langkah pertama menuju model ekonomi yang lebih berkelanjutan, bisnis juga harus fokus pada dampak sosial dan lingkungannya. Untuk itu praktik Environmental, Social, and Governance (ESG) harus diterapkan di seluruh aktivitas bisnis.

“Perusahaan perlu menyadari risiko dan mengumpulkan data yang relevan untuk membangun bisnis yang bertahan di masa depan,” imbuhnya.

Airlangga mengingatkan, akan ada banyak kerugian yang harus ditanggung jika prinsip ESG ini tidak dijalankan di Indonesia. Sebab karakteristik geografis negara kepulauan ini rentan terhadap perubahan iklim dan bencana.

“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Praktik tata kelola yang efektif hanya dapat terwujud bila terjadi kesadaran bersama untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG, mulai dari akar rumput sampai pada jenjang para pengambil keputusan strategis,” pungkas Menko Airlangga.