Mengenang Wartawan Senior Hermansyah

Wartawan senior Hermansyah meninggal dunia/Ist
Wartawan senior Hermansyah meninggal dunia/Ist

YA, Allah! Herman pergi pula. Gumam saya spontan, ujarannya tertahan dalam mulut. Jumat (30/9) pagi, saat kaki baru melangkah meninggalkan rumah duka almarhum Irsyad Sudiro (mantan Redaktur Pelaksana Harian Angkatan Bersenjata) yang wafat Kamis (29/9) malam, di ponsel muncul notifikasi berita duka baru: tentang wafatnya Herman atau Hermansyah.

Wartawan senior Medan yang saya kenal amat baik. Ia meninggal dunia pagi itu.

Belakangan ini Tuhan seperti menyasar banyak wartawan untuk dipanggil pulang. Sekurangnya, tercatat lima kawan seprofesi berpulang dalam dua pekan ini.

Sebelumnya, Tuhan telah memanggil Ketua Dewan Pers, Profesor Azyumardi Azra (67). Ia wafat 18 September lalu di Malaysia. Prof Eddy -- begitu panggilan akrab Cendekiawan Muslim itu-- adalah mantan wartawan Majalah Panji Masyarakat. Ia pemegang kartu anggota PWI semenjak 1984.

Hari Minggu (25/9) lalu menyusul wartawan senior Darmasyah Darwis berpulang dalam usia 79 tahun. Almarhum mantan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Angkatan Bersenjata (HAB). Seperti Irsyad Sudiro yang wafat dalam usia 80 tahun Kamis (29/9). Keduanya pimpinan di HAB dan menjadi mentor saya selama bekerja di media itu, 1976-1998.

Semalam, saat melihat foto-foto pemakaman Hermansyah, masuk berita duka baru lagi. Wartawan senior Venty Supangat, yang lama bertugas di istana, wafat Jumat (30/9) pukul 18.46 WIB. Venty adalah wartawan senior HAB, putra N Supangat mantan Pemred HAB dan Ketua Bidang Kesejahteraan PWI Pusat di tahun 80-an.

Hermansyah yang Periang

Hermansyah wafat Jumat (30/9) pagi pukul 09.31 di Rumah Sakit Royal Prima, Medan. Sehari sebelumnya ia dilarikan ke RS itu karena mendapat serangan sesak napas. Ia hanya sempat dirawat satu hari karena komplikasi penyakit.

"Sakit jantung, asam lambung dan asam urat," kata Ronny Simon, wartawan senior, Ahli Dewan Pers di Medan. Herman meninggal dunia dalam usia 58 tahun, meninggalkan istri dan empat anak, yang dua di antaranya sudah berumah tangga.

Hermansyah bertubuh kekar dan energik, sepintas seperti tak menyimpan penyakit apa pun. Masih segar dalam ingatan saya penampakannya yang selalu riang, dengan senyum selalu menghias wajah dan pengucapan-pengucapan humor khas Medan yang penuh optimisme.

Tidak ada hal yang sulit buat Herman. Suatu kali saya terlambat check in di bandara Kualanamo ketika mau kembali ke Jakarta. Penumpang sudah boarding, koper tidak bisa diangkut. Entah bagaimana cara Herman, koper saya bisa disusulkan. Digotong seorang petugas langsung masuk di pesawat.

Begitupun dalam urusan makan, Hermansyah tidak mengenal pantangan. Waktu di Medan, dia seharian menjamu saya dengan kuliner khas di sana: Gulai Kepala Ikan, Duren Ucok, dan Sup Kepala Kambing. Meski dag dig dug juga, tapi saya layani.

Pembawaan easy going begitu mengantar Hermansyah mudah bergaul dengan siapa pun dan punya relasi luas dengan berbagai kalangan. Kelengkapannya lebih dari cukup itu menjadi bekal menopang profesinya sebagai wartawan dan menjadi Ketua PWI Sumatera Utara satu periode (2015-2021).

Saya lupa kapan mulai mengenal dia. Namun sepengetahuan sejak  bertemu pertama kali seperti itulah pembawaan Hermansyah.  Sebelum pandemi, kami sering bertemu dalam acara-acara resmi PWI.

Seperti dalam acara Hari Pers Nasional, ketika Kongres PWI Solo (2018) dan saat ia mengundang saya khusus untuk memberi “Pembekalan kepada Anggota PWI Sumatera Utara” di Medan (2019).

Di luar itu, tiap ke Jakarta, dia sempatkan mengunjungi saya untuk bersilaturahmi. Saya sedih tidak dapat menghadiri resepsi pernikahan anaknya di Medan dua tahun lalu karena waktu itu saya berada di luar negeri. Terakhir Herman bertandang ke kantor pada bulan Januari 2020, sebelum pandemi Covid-19. Kami ngobrol sambil ngopi di Kula Coffee Meruya.

Selama pandemi kami tidak pernah ketemu, namun kontak tidak pernah putus lewat telepon maupun saluran WhatsApp. Chat terakhirnya 9 September lalu. Ia meminta saya memberi perhatian kepada terpilihnya Ketua Dewan Kehormatan PWI Sumut menjadi Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumut 11 Agustus lalu.

Hermansyah menyitir isi Pasal 26 ayat 3 PD/ PRT PWI yang melarang pengurus merangkap jabatan di institusi yang terafiliasi dengan pemerintah.

Rupanya Hermansyah tetap memberikan perhatian serius kepada upaya pentaatan anggota kepada organisasi, meski tak duduk lagi sebagai pengurus PWI. Mengacu pada catatan, konsen Hermansyah sewaktu menjadi Ketua PWI Sumut memang pada kepatuhan anggota terhadap aturan organisasi, kode etik profesi, dan kode perilaku wartawan.

"Hanya itu yang bisa menjadi faktor pembeda wartawan dengan aktivitas netizen di media sosial," katanya.

Demi mencapai tujuan itu, selama memimpin PWI Sumut Herman banyak menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan. Seperti acara pembekalan yang mengundang saya berbicara di depan 72 calon anggota PWI tingkatan calon anggota sampai anggota biasa (penuh).

Acara itu semacam hari “Wisuda”. Tampil juga berbicara waktu itu Wakil Gubernur Sumut terpilih, H. Musa Rajekshah.

Tiada lagi Hermansyah. Semoga tentram di sisi Allah SWT.