Membangun Kepercayaan Masyarakat atas Institusi Polri

Peneliti dan pengamat sektor keamanan Unpad, Yusa Djuyandi/Net
Peneliti dan pengamat sektor keamanan Unpad, Yusa Djuyandi/Net

Pengakuan Bharada Richard Eliezer (Bharada E) atas tragedi tewasnya Brigadir J (Yosua) dengan versi cerita yang berbeda ketika pada saat kasus itu muncul ke publik, telah membuka banyak lembaran persoalan yang tidak hanya terkait dengan sosok Irjen Ferdy Sambo (FS) tetapi juga atas proses reformasi di dalam institusi kepolisian. Mengapa? Jawabannya karena Irjen FS telah menyeret sejumlah nama perwira tinggi, perwira menengah sampai dengan tamtama untuk secara langsung atau tidak langsung menutupi kasus yang sebenarnya. Mata publik saat ini memang sedang tertuju kepada institusi kepolisian karena kemampuan seorang perwira tinggi untuk membuat dan mempengaruhi kronologi dari suatu tragedi, sebagaimana yang dilakukan oleh Irjen FS dan beberapa perwira lainnya untuk membuat cerita bahwa awal kronologis tewasnya Brigadir J karena baku tembak dengan Bharada E, terutama pasca teriakan minta tolong istri FS yang dianggap dilecehkan oleh Brigadir J.

Kasus kematian Brigadir J yang sudah sejak awal terlihat banyak ditutupi tidak hanya memunculkan adanya kecurigaan keluarga atas tewasnya putra mereka (Brigadir J), tetapi juga memicu rasa penasaran publik atas peristiwa yang sesungguhnya. Masalah ini sedikit menemui titik terang ketika Bharada E meminta permohonan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menjadi whistleblower atau justice collaborator atas kasus yang sedang menimpanya. Permintaan perlindungan kepada LPSK ini dilakukan oleh Baharada E agar terhindar dari adanya ancaman pihak lain saat mengungkap kebenaran peristiwa tewasnya Brigadir J, disamping juga untuk meringankan hukuman yang kelak akan ditimpakan kepada dirinya.

Keterangan yang diberikan oleh Bharada E telah membuka tabir bagaimana kemudian intervensi seorang perwira tinggi (Pati) dan pengaruhnya kepada sesama rekan se-angakatan, terlebih kepada bawahan, untuk membantu dalam merancang atau membuat suatu kronologis cerita untuk meyakinkan publik bahwa itulah kejadiannya. Adanya fenomena ini juga mencuatkan adanya istilah “Kerajaan Sambo” di institusi kepolisian untuk menunjukan bagaimana kuatnya pengaruh seorang Pati, namun dibalik itu juga seolah membuka paradigma akan adanya kemungkinan kerajaan-kerajaan lain di dalam institusi kepolisian yang membuat publik bertanya bagaimana kemudian kekuatan dan pengaruh seorang Kapolri bila di dalam lembaganya justeru terdapat Pati-Pati yang juga mungkin memiliki pengaruh kuat dan sedang membangun kerajaan kecil untuk kepentingan dirinya.

Pandangan publik yang begitu besar atas kasus kematian Brigadir J, dimana kemudian memunculkan babak baru atas ditetapkannya FS sebagai tersangka serta diperiksanya puluhan personel kepolisian, mulai dari perwira tinggi sampai tamtama, ditambah dengan potensi beberapa perwira ditetapkan sebagai tersangka, membuat kredibilitas institusi penegak hukum ini menjadi turun. Meskipun kasus FS ini bukan yang pertama menimpa anggota kepolisian, namun karena jabatan dan pengaruhnya yang kuat maka kasus ini menjadi besar, terlebih kasus ini berpotensi memunculkan kasus baru lainnya dalam konteks bagaimana Irjen FS bisa memiliki pengaruh serta jejaring yang besar di dalam dan di luar lingkungan kepolisian. Belum lagi soal munculnya pandangan atas kasus-kasus sebelumnya yang pernah ditangani oleh Irjen FS, seperti pada kasus KM 50.

Membangun Kepercayaan

Akibat dari tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh Irjen FS bersama-sama dengan beberapa perwira polisi lainnya pada kasus kematian Brigadir J, tingkat kepercayaan masyarakat pada institusi kepolisian sedang berada pada posisi yang tidak baik. Jatuhnya kepercayaan masyarakat kepada kepolisian dapat terlihat dari respon masyarakat yang meneriaki parade mobil anggota kepolisian maupun anggota kepolisian yang sedang latihan dengan sebutan “Sambo-sambo”. Meskipun anggota polisi yang sedang melakukan tugas parade mobil maupun sedang berlatih di jalan tidak dapat disalahkan atas kasus yang sedang mencuat pada saat ini, namun persitiwa ini dapat dijadikan cerminan atas sikap dan kepercayaan masyarakat.

Apa yang harus dilakukan oleh Kapolri dan institusi kepolisian dalam merespon sikap masyarakat? perlu ada upaya serius dari Kapolri beserta petinggi kepolisiannya untuk membangun Kembali maruah kepolisian, yaitu dengan membuka sejelas-jelasnya kasus tewasnya Brigadir J. Dengan tidak menutupi siapa saja anggota kepolisian yang terlibat dapat menjadi pintu bagi terbangunnya kembali citra positif kepolisian. Polri juga perlu membersihkan, melakukan pembinaan dan pengawasan kepada para personelnya, mulai dari para perwira sampai dengan tamtama untuk menghindari adanya tindakan melanggar hukum, terlebih pelanggaran itu kemudian diikuti dengan aktivitas merekayasa kronologis suatu peristiwa. Sudah saatnya suara masyarakat yang menghendaki adanya keterbukaan atas kasus-kasus yang pernah ditangani oleh Irjen FS juga direspon dengan sikap terbuka, ini karena agar kedepannya tidak ada keraguan terhadap kasus-kasus yang diselidiki oleh kepolisian. Kita berharap bahwa maruah kepolisian bisa terbangun lagi dan masyarakat bisa Kembali percaya kepada institusi kepolisian dalam penegakan hukum. 

Penulis merupakan peneliti dan pengamat sektor keamanan di Universitas Padjadjaran.