Lapor Saber Pungli, Jika Ada Pungutan Liar Sertifikat Tanah PRONA

Program nasional (Prona) subsisidi sertifikasi tanah gratis dari pemerintah ternyata tidak sesuai harapan. Warga Kelurahan Pematang Gubernur Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu mengeluhkan adanya pungutan dalam pengurusan sertifikat tanah PRONA dan Surat Keterangan tanah (SKT) yang diminta sejumlah aparat di kelurah dan kecamatan.


Program nasional (Prona) subsisidi sertifikasi tanah gratis dari pemerintah ternyata tidak sesuai harapan. Warga Kelurahan Pematang Gubernur Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu mengeluhkan adanya pungutan dalam pengurusan sertifikat tanah PRONA dan Surat Keterangan tanah (SKT) yang diminta sejumlah aparat di kelurah dan kecamatan.

Warga Pematang Gubernur yang enggan disebutkan namanya kepada RMOLBengkulu.com mengungkapkan, dalam melakukan pengurusan sertifakat tanah prona dirinya dimintai sejumlah uang sebagai administrasi sebesar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu untuk di kelurahan. Sementara untuk pengurusan SKT selama ini yang dilakukan juga sama demikian, uang administrasi yang diminta oleh staf di bagian keluarahan sebesar Rp 600 ribu.

Administrasi yang dimaksud, kemabali dipungut saat di kecamatan dengan besaran jumlah yang sama.

"Waktu melakukan pengurusan SKT di kelurahan saya diminta uang administrasi sebesar Rp 300 ribu, dan itu beragam ada juga teman saya yang diminta hingga Rp 500 ribu dan Rp 600 ribu, dan hal itu juga sama saat di kecamatan kembali diminta administrasi sebesar Rp 300 ribu alasannya untuk administrasi. Tapi tidak jelas administrasi apa itu, karena pembayarannya tidak diberikan kwitansi oleh pihak kelurahan dan kecamatan, kalau memang itu peraturan yang sah pasti diberi bukti bayar, kalau ditanya itu perintah dari pak lurah dan pak camat" jelasnya.

Sementara untuk biaya prona, hingga saat ini belum diminta membayar. Dengan alasan pembayaran dilakukan saat pengambilan sertifikat tanah.

"Kalau sekarang belum diminta, namun saat pengambilan sertifikat tanah nanti diminta dengan jumlah yang sudah di tetapkan oleh mereka," terangnya.

PRONA Berdasarkan Kepmendagri No 189 Tahun 1981

Diketahui PRONA adalah singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria. PRONA diatur dalam Kepmendagri No. 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. Tujuan utama dari PRONA adalah memproses pensertipikatan tanah secara masal sebagai perwujudan dari pada program Catur Tertib di bidang Pertanahan yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah, serta menyelesaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis . PRONA dibentuk dalam lingkungan Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri.

Kemudian, mengenai biaya yang dikenakan untuk sertipikat tanah PRONA, hal itu diatur dalam Keputusan Meneg Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria ("Kepmeneg Agraria 4/1995").

Pasal 1 ayat (1) Kep Meneg Agraria 4/1995 menyatakan sebagai berikut:
Pemberian hak-hak atas tanah negara kepada masyarakat, penegasan/pengakuan atas tanah-tanah hak adat dan tanah-tanah lainnya yang ditentukan sebagai lokasi Proyek Operasi Nasional Agraria dalam rangka persertifikatkan tanah secara masal, dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara seperti yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1975, dan kepada penerima hak-haknya dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pensertifikatan tanah dalam rangka PRONA dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara, tapi penerima sertifikat tanah PRONA tetap harus membayar biaya administrasi. Hal ini juga sesuai dengan informasi yang tercantum dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional.

a. Pemberian hak atas tanah Negara:

a.1. Di daerah pedesaan.

Untuk luas tanah sampai dengan 2 Ha sebesar Rp 3.000,-

a.2. Di daerah perkotaan.

Untuk jenis penggunaan pertanian yang luasnya kurang dari 2000 M2 sebesar Rp 5.000,-
Untuk jenis penggunaan bukan pertanian yang luasnya sampai 2.000 M2 sebesar Rp 10.000,-

b. Asal tanah milik adat:

b.1. Daerah pedesaan.

Untuk luas tanah sampai 2 Ha sebesar Rp. 1.000,-

b.2. Di daerah perkotaan.

Untuk luas tanah sampai 2.000 M2 sebesar Rp 1.000,-

Di samping biaya administrasi, kepada setiap penerima hak atas tanah Negara dikenakan pula uang sumbangan untuk penyelenggaraan Landreform sebesar 50% dari biaya administrasi.

Setiap pemohon dikenakan biaya Panitia A sebesar Rp. 1250,- untuk tiap bidang apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 10 bidang; sebesar Rp. 2.500,- apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 5 sampai 9 bidang.

Untuk biaya pendaftaran hak dikenakan pungutan sebesar:

a. Untuk konversi hak adat.

a.1. Rp 10.000,- untuk daerah perkotaan;

a.2. Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;

b. Untuk penegasan hak.

b.1. Rp. 10.000,- untuk daerah perkotaan;

b.2. Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;

c. Untuk tanah negara.

c.1. Rp. 10.000; untuk daerah pedesaan;

c.2. Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;

Untuk biaya formulir sertifikat, dikenakan pungutan sebesar Rp. 2.000,-. [Y21]