KPK Klaim Modus Suap Dewan Juga Terjadi di Daerah Lain

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers/Ist
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers/Ist

Modus yang dilakukan 15 anggota DPRD Kabupaen Muara Enim yang menjadi tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim tahun 2019 disebut juga terjadi di daerah lain.


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai ada kemiripan kasus tersebut dengan kasus yang pernah diungkap sebelumnya. Beberapa kali KPK melakukan penindakan terhadap anggota DPRD, modusnya hampir mirip. Yaitu bagaimana anggota DPRD ini mencari keuntungan untuk dirinya sendiri dalam proses persetujuan APBD, maupun penentuan para pemenang lelang, atau nanti siapa yang akan mengerjakan proyek-proyek di pemerintah daerah.

Biasanya, kata Alex, para pengusaha melakukan segala upaya agar ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.

"Nah artinya apa, proses korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, proyek-proyek itu sudah dimulai dari proses perencanaan dengan menetapkan nanti siapa yang akan mengerjakan proyek-proyek yang sudah disetujui dalam APBD," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat pengumuman tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Senin malam (13/12).

Alex mengatakan ketika pelaksana sudah ditentukan dalam proses perencanaan, praktis proses lelangnya hanya formalitas. Ketika lelang formalitas, pasti harga yang terbentuk juga tidak kompetitif, ada kemungkinan markup dan lain sebagainya. Akibatnya, proses pelaksanaan pasti bermasalah hingga proses pertanggungjawabannya.

"Rentetannya seperti itu, ketika korupsi itu sudah dimulai dari proses perencanaannya, pasti sampai ke hilirnya itu juga pasti akan bermasalah, karena berusaha untuk menyembunyikan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi," terangnya.

Alef menjelaskan, lembaga DPRD sebagai representasi aspirasi rakyat seharusnya menjalankan tugasnya dalam mengawasi dan memastikan jalannya pemerintahan dan pembangunan yang dilakukan eksekutif, bupati, sesuai dengan ketentuan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

“Fungsi itu tidak akan berjalan jika anggota atau oknumnya malah ikut berbuat curang,” pungkasnya.

Adapun anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2019-2023 yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu, Agus Firmansyah (AFS) fraksi Gerindra; Ahmad Fauzi (AF) fraksi Hanura; Mardalena (MD) Fraksi PKS; Samudera Kelana (SK) Fraksi PKS; dan Verra Erika (VE) fraksi Nasdem.

Selanjutnya anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2014-2019 yaitu, Daraini (DR) fraksi Golkar; Eksa Hariawan (EH) fraksi PAN; Elison (ES) fraksi PBB; Faizal Anwar (FA) fraksi PAN; Hendly (HD) fraksi PDIP; Irul (IR) fraksi Partai Bintang Reformasi (PBR); Misran (MR) fraksi PKS; Tjik Melan (TM) fraksi Golkar; Umam Pajri (UP) fraksi PKS; dan Willian Husin (WH) fraksi Nasdem.

Para tersangka diduga menerima pemberian uang sekitar sejumlah Rp 3,3 miliar sebagai "uang aspirasi" atau "uang ketuk palu" yang diberikan oleh Robi Okta Fahlevi, salah satu kontraktor yang telah berpengalaman mengerjakan berbagai proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim.

Tujuannya, agar Robi bisa kembali mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim tahun 2019.