Kontraktor Keberatan Dimintai Fee 10 Persen

RMOLBengkulu. Direktur PT Menara Agung Perkasa Donny Witono mengaku diminta uang jika perusa­haannya ingin mengerjakan proyek kontruksi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan.


RMOLBengkulu. Direktur PT Menara Agung Perkasa Donny Witono mengaku diminta uang jika perusa­haannya ingin mengerjakan proyek kontruksi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan.

Dalam kesaksiannya di sidang perkara suap Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Donny mengungkapkan permintaan itu datang dari Fauzan Rifani, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Hulu Sungai Tengah. Fauzan adalah utusan bupati.

Menurut Donny, Fauzan menjelaskan perusahaan yang ingin menggarap proyek di Hulu Sungai Tengah harus membayar "fee" hingga 10 persen dari nilai proyek sebe­lumnya dipotong pajak. "Saya bilang kalau 10 persen saya tidak sanggup karena saya sudah penawar terendah," kata Donny. Lantaran itu, dia tak langsung menyanggupi per­mintaan Fauzan.

PT Menara Agung Perkasa mengikuti tender proyek pem­bangunan ruang perawatan Kelas I, II, VIP, super VIP Rumah Sakit Umum Daerah Damanhuri, Barabai. Harga perkiraan sendiri (HPS) proyek itu Rp 65 miliar. "Kami me­nawarkan harga Rp 55 miliar. Perusahaan saya yang me­nawarkan harga terendah no­mor satu," sebut Donny.

Kemudian Fauzan men­ghubungi Donny dan menyam­paikan Bupati setujui jika fee proyek itu menjadi 7,5 persen dari nilai kontrak. Jumlahnya Rp 3,6 miliar.

Pembayaran fee proyek di­lakukan dua tahap. Pertama saat PT Menara Agung Perkasa mendapat uang muka proyek. Donny menyerahkan dua bilyet giro kepada Fauzan di Hotel Madani, Barabai.

Ternyata giro itu tidak bisa dicairkan. Fauzan mengem­balikan giro itu ke Donny. "Dia ke Jakarta menyerahkan giro. Saya pembuat ceknya, ya cair di Bank Mandiri di Cengkareng Rp 1,8 miliar lebih," tutur Donny.

Sedangkan pembayaran ta­hap dua dengan cara transfer ke rekening Fauzan. Sebelum Donny ditelepon Fauzan dan Bupati Abdul Latif. Donny sempat keberatan melunasi sisa fee. Namun Abdul Latif mengingatkan soal kesepaka­tan fee 7,5 persen. "Kata Pak Bupati, selesaikan saja seluruh­nya, saya banyak kebutuhan," kata Donny membeberkan isi percakapan telepon dengan Abdul Latif.

Sisa fee Rp 1,8 miliar akh­irnya dibayarkan via transfer. "Transfer lagi tanggal 3 Januari Rp 1,8 miliar. Terus Fauzan minta lagi untuk dia pribadi Rp 25 juta," tutur Donny.

Saat mengerjakan proyek, Donny mendapat masalah pen­giriman ready mix atau cairan beton yang sudah siap pakai. Donny menuturkan, ready mix tidak mau mensuplai lantaran belum mendapat izin Bupati dan Ketua Kadin.

Donny kemudian meminta bantuan Fauzan untuk mendap­atkan armada pengangkut ready mix dan menyewa alat berat perusahaan Bupati. "Fauzan akhirnya menyetujui permint­aan saya," kata Donny.

Jika proses pembangunan tidak selesai tepat waktu maka PT Menara Agung Perkasa akan terkena denda. Oleh sebab itu dirinya kembali merogoh kocek agar pengiriman ready mix bisa lancar. "Karena kalau (ready mix) gak bisa suplai ya kita eng­gak bisa jalan," jelas Donny.

Dalam kasus ini, Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif didakwa menerima suap Rp 3,6 miliar agar memenang­kan perusahaan PT Menara Agung Perkasa dalam lelang proyek RSUD Damanhuri, Barabai. dikutip Kantor Berita Politik RMOL. [ogi]