Konflik Agraria, 40 Petani Di Mukomuko Tak Perlu Dipenjara

40 petani ditangkap di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu/RMOLBengkulu
40 petani ditangkap di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu/RMOLBengkulu

Firmansyah, salah satu jurnalis senior yang juga merupakan peminat Agraria menyikapi terkait adanya 40 petani Mukomuko yang ditangkap karena melakukan panen massal di lahan yang bersengketa. Menurutnya isu Agraria ini harus menjadi agenda politik lokal.


Persoalan agraria disejumlah daerah menjadi warisan masa lalu yang tak tuntas dihadapi.

Konflik agraria perusahaan perkebunan versus masyarakat telah lama terjadi. Belum lagi konflik petani dengan pertambangan, kawasan hutan negara, tanah militer dan lainnya. Korban terus berjatuhan.

"Bukan hanya di Mukomuko, Sejumlah transmigran di Seluma bingung 800 hektare lahan sah bersertifikat digarap perusahaan perkebunan. Di Kaur, Bengkulu Utara juga sama," jelas Firmansyah 

Ia juga mengatakan, penyelesaian persoalan agraria ini sejatinya dapat dilakukan melalui jalan damai, dilindungi konstitusi, serta sambil dialog di ruang ber AC dan makan-makan. Tak perlu berpanas-panasan di jalan atau berhadap-hadapan dengan Brimob. 

Ditambahkan Firmansyah, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Perpres 86 Tahun 2018 tentang reforma agraria. Ini pengejawantahan Nawa Cita. Perpres ini secara tegas memerintahkan sejumlah kementerian berkoordinasi membentuk Satuan Tugas/Gugus tugas penyelesaian konflik agraria yang mengakar secara nasional dengan mempertimbangkan semua aspek, termasuk keberadaan masyarakat adat. 

Turunan Perpres ini memerintahkan gubernur, bupati bahkan kepala desa membentuk gugus tugas penyelesaian konflik agraria di wilayah masing-masing. Tim ini berisikan banyak lembaga termasuk masyarakat yang menjadi korban hingga akademisi hukum agraria. 

"LDi Bengkulu Gubernur Bengkulu telah membentuk gugus tugas ini, terlebih dahulu membentuk adalah Pemda Rejang Lebong yang berhasil meredistribusikan ribuan sertifikat bekas HGU sebuah perusahaan melalui jalan damai dan sah secara hukum. Sayangnya tidak semua kabupaten memiliki tim ini. Sosialisasi keberadaan tim masih dianggap lemah, sehingga masyarakat yang berkonflik lebih memilih jalur cepat, panen massal atau demo misalnya sda ribuan petani di Bengkulu menjadi korban konflik agraria baik tersembunyi dan terbuka, baik yang berani bersuara atau pasrah," jelas Firmansyah.

"Harapannya kedepan, ada politikus yang berani menjadikan isu agraria sebagai agenda politik menyejahterakan petani dan menyejukkan iklim berinvestasi. Tak usah ragu, ada banyak pengalaman yang bisa diambil dari banyak tempat menyelesaikan persoalan ini. Diperlukan ketekunan dan kemauan mendengar," pungkas Firmansyah.