Kisah di Balik Kelahiran Garuda Indonesia 73 Tahun yang Lalu

Pesawat Indonesian Airways/Net
Pesawat Indonesian Airways/Net

Karena itu sudah menjadi tradisi, pada setiap tanggal 26 Januari diperingati sebagai kelahiran Garuda Indonesia. Tidak jarang di lingkungan internal Garuda, tanggal dan bulan itu menjadi momentum untuk melakukan kegiatan syukuran, ziarah kubur para penerbang dan penumpang yang wafat karena kecelakaan, serta kegiatan team building seperti perlombaan antar divisi, gathering dengan keluarga, bahkan dijadikan momentum promosi memberikan harga diskon tertentu untuk tiket Garuda, di mana biasanya pada bulan Januari adalah musim sepi atau low season.

Angka 26 dan bulan Januari yaitu bulan 1 (satu) pun menjadi angka khusus sebagai numerik awal dokumen Garuda, baik tiket penumpang maupun airwaybill untuk kargo serta dokumen yang berkaitan dengan dokumen standar perjalanan lainnya yang terdaftar pada IATA, berupa angka 126. Misalnya nomor tiket Garuda dimulai dengan angka 126.

Satu hal lagi angka 26 ini adalah angka keramat bagi kalangan pegawai Garuda dan keluarga, yaitu suatu tanggal yang dinantikan setiap bulannya saat jatuh tempo pembayaran gaji atau bahasa gaulnya “tanggal gajian”.

Ada beberapa tanggal bersejarah dalam kehadiran Garuda Indonesia sebagai national flag carrier. Di antaranya adalah tanggal 25 Desember 1949, tanggal di mana Presiden Soekarno memberikan nama Garuda, bagi sebuah maskapai penerbangan hasil join venture Indonesia-Belanda sebagai salah satu kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB). Di mana maskapai komersial Belanda yang beroperasi saat itu KLM Interinsulair Bedrijf (KLM-IB) akan lebur menjadi perusahaan baru, yang kemudian diberi nama lengkap Garuda Indonesia Airways.

Kedua, penerbangan perdana Garuda Indonesia Airways dengan registrasi RI-001, membawa rombongan Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Jakarta, pada tanggal 28 Desember 1949.

Meskipun telah melakukan terbang perdana dan beroperasi penuh sejak bulan Januari 1950, NV Garuda Indonesia Airways baru mendapatkan legalisir pada tanggal 31 Maret 1950 melalui Akta Notaris Kadiman Nomor 137 yang tercantum dalam Berita Negara RIS No. 136. Akta Notaris di Belanda dikeluarkan oleh J.W.T. Kuller pada tanggal 31 Januari 1950. Akta notaris pendirian perusahaan penerbangan modal campuran juga didaftarakan dalam Register Kantor Pengadilan Negeri Jakarta dengan Nomor 327 oleh Panitera Mr. A. J. Andre Wiltens.

Itulah tiga tanggal yang sering didiskusikan sebagai tanggal bersejarah bagi berdirinya maskapai Garuda Indonesia. Namun sejarah kemudian berpandangan bahwa untuk tidak melupakan satu peristiwa penting dalam sejarah penerbangan komersial Indonesia.

Dengan bermodalkan satu buah pesawat Dakota yang dibeli di Rangoon, India pada Oktober 1948, kemudian diberi registrasi RI-001 dan diberi nama “Seulawah” dari bahasa Aceh yang artinya gunung emas, sebagai penghargaan dan rasa terima kasih kepada rakyat Aceh yang telah mengumpulkan uang untuk pembelian pesawat tersebut.

Pesawat Seulawah ini kemudian dipergunakan untuk kepentingan perjalanan para pejabat pemerintahan Republik Indonesia, di antaranya digunakan Wakil Presiden Drs Muhammad Hatta beserta rombongan dengan rute Jawa-Sumatera.

Karena padatnya jadwal penerbangan, tidak terasa pesawat Seulawah ini harus segera melakukan perawatan, karena itu pada 7 Desember 1948 diterbangkan ke Calcutta, India, sebagai tempat pemeliharaan yang dipilih.

Sementara Seulawah berada di Calcutta, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan agresi ke-2, dengan menyerang ibukota RI, Yogyakarta. Karena itu Seulawah tidak bisa pulang.

Dalam keadaan tidak bisa pulang, para awak pesawat mengajukan usul kepada pimpinan di tanah air untuk melakukan penerbangan komersial di India, usulan tersebut disetuji agar ada aktifitas dan menutupi biaya tinggal di luar negeri. Namun India menolak. Lalu menawarkan ke Burma (sekarang Myanmar) dan ternyata pemerintah Burma menyambut dengan tangan terbuka kehadiran Seulawah untuk beroperasi di Burma.

Maka pada tanggal 26 Januari 1949 pesawat Dakota RI-001 Seulawah melakukan penerbangan dari Calcutta ke Rangoon selama 4 jam 10 menit, dikemudikan oleh Opsir Udara III Wiweko Soepono dan Opsir Udara III Soedarjono. Setibanya di pangkalan udara Mingaladon, Rangoon, RI-001 dibawah bendera Indonesia Airways langsung mendapat tugas operasi penerbangan.

Peristiwa penerbangan ini menjadi momen bersejarah penerbangan komersial pertama dengan nama Indonesian Airways milik Bangsa Indonesia dan dioperasikan oleh putra-putra bangsa Indonesia.

Selama menjalankan penerbangan komersial di Burma mulai 26 Januari 1949 sampai kembali ke tanah air pada 3 Agustus 1950 di Bandara Andir (Husein Sastranegara), Bandung. Indonesian Airways meraup keuntungan yang tidak sedikit, hal ini ditandai dengan kemampuannya membeli satu pesawat tambahan RI-007 dan menyewa satu pesawat RI-009.

Kini 73 tahun kemudian, kondisi Garuda setelah melewati perjalanan panjang yang terjal dan berliku, menghadapi tantangan yang tiada henti, namun dengan mengingat momentum perjuangan para pendiri bangsa diawal tahun kemerdekaan, Garuda harus bangkit dan maju menembus segala rintangan untuk tetap menjadi maskapai pembawa bendera merah putih.

Penulis adalah praktisi dan pemerhati manajemen penerbangan dan pariwisata