Ke Mana Dana Haji Mengalir?

Ilustrasi jemaah haji/Net
Ilustrasi jemaah haji/Net

KERAJAAN Arab Saudi sudah memutuskan perihal pelaksanaan ibadah haji 1442 H/2021. Kuota jemaah haji dibatasi hanya untuk 60.000 jemaah saja, yang meliputi warga Arab Saudi maupun orang asing yang sudah tinggal di Arab Saudi.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia sudah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji karena saat itu belum ada kejelasan dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021.

Keputusan tidak memberangkatkan jemaah haji menuai kritik, salah satunya dikaitkan dengan pengelolaan dana haji. Banyak yang mempertanyakan transparansi dan keamanan dana haji.

Di antaranya, mantan jurubicara Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Adhie Massardi memberikan usul agar dilakukan audit independen dengan menggandeng ormas-ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah.

Atau dengan cara lain yang lebih simple uangnya diperlihatkan secara fisik kepada masyarakat di Monas.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu pada 7 Juni 2021 memberikan 9 klarifikasi. Di antaranya, katanya, tidak ada investasi dana haji yang dialokasikan ke pembiayaan infrastruktur.

Alokasi investasi ditujukan kepada investasi dengan profil risiko low to moderate. 90 persen adalah dalam bentuk surat berharga syariah negara dan sukuk korporasi.

Dari jawaban tersebut, BPKH perlu menjelaskan lebih rinci lagi perihal di satu sisi menyatakan tidak ada pembiayaan infrastruktur namun di sisi lain menyatakan 90 persen investasi dalam bentuk surat berharga syariah negara (SBSN) dan Sukuk Korporasi.

Perlu diketahui, SBSN merupakan salah satu sumber pembiayaan APBN yang kemudian diwujudkan dalam bentuk belanja negara. Adapun anggaran infrastruktur dalam APBN 2021 mencapai Rp 414 triliun, sedangkan di tahun 2020 sebesar Rp 281 triliun.

Dengan masuknya dana haji ke dalam APBN, apakah ada jaminan tidak ada yang dialokasikan untuk belanja infrastruktur?

Selain SBSN, alokasi investasi lainnya adalah sukuk korporasi. Meskipun investasinya dengan profil risiko low to moderate, namun tidak ada jaminan keamanan investasi 100  persen. BPKH juga perlu membeberkan korporasi-korporasi yang menjadi tujuan investasi Sukuk sehingga publik bisa menilai tingkat keamanan investasi di korporasi tersebut.

Selain itu, BPKH juga perlu menjelaskan alasan lebih memilih investasi jangka panjang dibanding jangka pendek. Hal tersebut dapat dilihat pada laporan 2020 dimana ada 3 keputusan penting, yakni: (1) menurunnya alokasi penempatan pada bank sebesar Rp9,0 triliun, dari Rp 54,2 triliun pada 2019 turun menjadi Rp 45,2 triliun pada 2020, (2) menurunnya investasi jangka pendek sebesar Rp 1,1 triliun, dari Rp 9,9 triliun pada 2019 turun menjadi Rp 8,8 triliun pada 2020, dan (3) meningkatnya investasi jangka panjang sebesar Rp 30,7 triliun, dari Rp 60,0 triliun pada 2019 naik menjadi Rp 90,7 triliun pada 2020.

Bukankah dalam keadaan normal, haji dilaksanakan tiap tahun. Artinya, dana haji juga dibutuhkan tiap tahun. Kenapa dana haji sebesar Rp 90,7 triliun ditempatkan pada investasi jangka panjang?

Dengan pertimbangan tersebut, sudah tepat usul dari mantan jurubicara Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Adhie Massardi, agar dilakukan audit independen dengan menggandeng ormas-ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah.

Persoalan tiadanya keberangkatan jemaah haji Indonesia pada musim haji 2021 sudah terjawab dengan jelas. Persoalan kedua perihal pengelolaan dana haji perlu juga diperjelas agar umat mendapat jawaban yang tepat dan bertanggung jawab. dilansir RMOL.ID. 

M. Rahmat

Ketua Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima)