Kata Sri Kenaikan BBM Murni Kebijakan Pertamina

RMOLBengkulu.Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) irit bicara soal kenaikan harga BBM berjenis Peramax.


RMOLBengkulu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) irit bicara soal kenaikan harga BBM berjenis Peramax.

Menurut Sri kebijakan tersebut merupakan ranah dari PT Pertamina dan bukan kebijakan pemerintah.

"Kenaikan BBM Itu kan corporate ya, yang dilakukan Pertamina," katanya usai rapat dengan komisi XI, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (2/7) malam.

Diketahui, PT Pertamina (Persero) telah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi jenis Pertamax pada Minggu (1/7). Harga Pertamax naik Rp 600 menjadi Rp 9.500 per liter. Kemudian harga Pertamax Turbo naik Rp 600 menjadi Rp 10.700 per liter. Sedangkan harga Pertamina Dex naik Rp 500 menjadi Rp 10.500 per liter dan harga Dexlite naik Rp 900 menjadi Rp 9.000 per liter.

Untuk diketahui, Sri pernah menyatakan bahwa harga BBM tidak akan mengalami kenaikan sepanjang 2018 karena didasari oleh asumsi APBN. Ia juga pernah mensinyalir bahwa kenaikan BBM terjadi pada 2019 dengan mempertimbangkan kenaikan harga berbagai komoditas terutama harga minyak mentah dunia.

Namun Sri tidak memungkiri bahwa fluktuasi harga minyak dunia menjadi ancaman bagi perekonomian Indonesia. Di satu sisi harga bbm yang dilarang naik hingga 2019 bakal menambah beban negara.

Di sisi lain jika tidak dilakukan kebijakan penyesuaian harga BBM dan listrik, maka akan memberikan tekanan terhadap fiskal maupun keuangan BUMN dan menciptakan distorsi ekonomi yang berdampak negatif bagi perekonomian jangka panjang.


Pengamat ekonomi konstitusi Defiyan Cori menilai tak aneh jika Sri ingkar janji.

Menurutnya postur APBN yang dirancang melalui pendekatan defisit serta harga minyak mentah dunia yang didasarkan pada harga keekonomian dunia yang berpatokan pada kurs dolar AS sangat tidak mungkin menghindari terjadinya fluktuasi pada harga BBM.

Selama keuangan negara sebagian masih tergantung dari hasil penerimaan minyak, gas dan pembayaran cicilan utang luar negeri yang mengacu pada perkembangan perubahan kurs dolar AS, maka anggaran negara akan terus berpotensi defisit.

"Potensi defisitnya posisi anggaran negara akan semakin besar karena dolar harus disediakan dengan jumlah yang lebih besar dari rupiah," ujar Defiyan Cori saat dihubungi, Senin (2/7). dikutip Kantor Berita Politik RMOL. [ogi]