Kasus Benur Belum Tuntas, KPK Gelar Rakor Di Bengkulu

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

Pengembangan perkara dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020 masih terkendala karena hukuman terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo belum berkekuatan hukum tetap.


Demikian disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri menanggapi desakan banyak pihak yang mempertanyakan perkembangan pengembangan kasus benur yang juga merembet ke wilayah Bengkulu.

"Saat ini perkara tersebut masih ada yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap," ujar Ali kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (5/11) lalu.

Penelusuran Kantor Berita Politik RMOL melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, permohonan banding Edhy telah diajukan pada Kamis (22/7).

Perkembangan terakhir, Senin (4/10), masih dalam tahap penetapan hari sidang. Di tingkat Pengadilan Tipikor Jakarta, Edhy divonis lima tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.

Edhy juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS serta dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokoknya.

Edhy dinyatakan telah bersalah melanggar Pasal 12 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

Dalam musyawarah Majelis Hakim, terdapat satu Hakim yang memiliki pandangan yang berbeda atau dissanting opinion. Hakim yang dimaksud adalah, Hakim Anggota I, Suparman Nyompa.

Menurut Hakim Suparman, Edhy lebih tepat dijerat dengan Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor dibandingkan dengan Pasal 12 huruf a.

Diketahui dalam perkara kasus benur, Penyidik KPK telah memanggil beberapa pejabat di bengkulu diantaranya Kepala Bappeda Prov Bengkulu, Isnan Fajri, Eks Bupati Kaur Gusril Pausi, Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah hingga eks Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kaur, Edwar Heppy.

Di sisi lain, lembaga anti rasuah itu kini menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Sekretaris Daerah se- Provinsi Bengkulu terkait rencana aksi (Renaksi) Monitoring Center Of Prevention (MCP) program Korsupgah KPK tahun 2021 di ruang Pola Provinsi Bengkulu, Selasa, (09/11) siang.

Acara itu dibuka langsung Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu, Hamka Sabri.

Sekda Hamka mengatakan, bahwa komitmen dan upaya pencegahan korupsi telah menjadi prioritas pemerintah provinsi Bengkulu.

"Pencegahan dan pemberantasan korupsi ini tidak cukup hanya dengan penindakan secara hukum saja tetapi juga harus ada upaya komprehensif dan strategi preventif," tutur Hamka.

Acara koordinasi program pemberantasan korupsi terintegrasi se-Provinsi Bengkulu ini akan dilaksanakan tiga kegiatan penting, yaitu Monev tematik penertiban aset Pemprov Bengkulu (Yayasan Semarak), Rakor sekretaris daerah se-provinsi Bengkulu, dan Rapat pembahasan terkait aset P3D di Kabupaten Kepahiang.

"Pertama hari ini melakukan monev dan sekaligus melihat secara langsung terhadap 8 area konstruksi tersebut sekaligus memberikan evaluasi penilaian dalam rangka melihat skor masing-masing dalam rangka menindaklanjuti tugas-tugas yang diberikan oleh KPK," ujar Hamka Sabri.

Delapan area intervensi perbaikan tata kelola pemerintahan Daerah tahun 2021 yaitu meliputi perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, pelayanan terpadu satu pintu, kapabilitas APIP, manajemen ASN, optimalisasi pajak daerah, manajemen aset daerah, dan tata kelola keuangan desa.

"Di sini nanti ada beberapa PR yang diberikan untuk dilaksanakan bersama," kata Hamka Sabri.

Lebih lanjut, Hamka Sabri menuturkan bahwa PR yang diberikan seperti mengingatkan beberapa hal yang belum dilaksanakan, agar sesegara mungkin dilaksanakan seperti dari segi pendapatan daerah dan perizinan.