Jaga Tradisi, Lebong Akan Gelar Kedurai Apem

Ketua BMA Lebong, Nedi Aryanto Jalal bersama Kades Semelako Atas, Rizen Januari di Kantor Sekretariat BMA Lebong, kemarin (19/10).
Ketua BMA Lebong, Nedi Aryanto Jalal bersama Kades Semelako Atas, Rizen Januari di Kantor Sekretariat BMA Lebong, kemarin (19/10).

Warga kembali akan menggelar tradisi kedurai (kenduri) apem atau biasa disebut dengan istilah warga setempat 'muang apem' di Desa Bungin Kecamatan Bingin Kuning, Kabupaten Lebong.


Rencananya kegiatan itu akan digelar pada tanggal 31 Oktober mendatang dengan melibatkan sejumlah desa di Kecamatan Bingin Kuning dan Kecamatan Lebong Tengah.

Ketua Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Lebong, Nedi Aryanto Jalal mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan kesiapan beberapa desa untuk pelaksanaan tradisi tahunan tersebut.

"Kita sudah berkoordinasi terkait kesiapan desa dan jadwal dari Bupati selaku rajo. Insya Allah, kegiatan (muang apem) dijadwalkan digelar tanggal 31 Oktober ini," kata Aryanto Jalal sembari dibenarkan Kades Semelako Atas, Rizen Januari di Kantor Sekretariat BMA Lebong, kemarin (19/10).

Dia menambahkan, cara ini dilakukan sejak ratusan tahun silam, sebagai bentuk tolak balak dari berbagai macam musibah yang mengancam keselamatan warga setempat.

"Bagi warga, 'muang apem' merupakan ritual peninggalan leluhur masyarakat di beberapa desa yang sudah sepatutnya tetap dilestarikan," tambahnya.

Hal Senada disampaikan, Kades Semelako Atas, Rizen Januari, bahwa upacara ritual adat desa ini melibatkan  tokoh masyarakat dari beberapa desa.

Bahkan, syarat ritual sejak awal kegiatan sudah dipenuhi termasuk membawa kue apem, air pancuran ajai, bambu serta diiringi oleh anak-anak yang dinamakan anak dewa.

"Untuk kesiapan nanti kita akan koordinasikan dengan beberapa kepala desa," ucap Rizen.

Selama ini, kata Rizen, pelaksanaan ritual masyarakat ini dengan dilaksanakan sendiri-sendiri bukan gabungan desa. Sebab, tidak ada pertemuan dan persiapan. Sehingga mau tidak mau dikatakan pelaksanaan ritual dilaksanakan secara sederhana, namun tidak mengurangi rukun yang ada.

"Kami tidak berani meninggalkan situs yang sudah menjadi peninggalan leluhur dan tidak mau membuat yang baru. Tentunya, dengan kegiatan ini tradisi ini tidak hilang," tandas Rizen.