Hak Rakyat Atas Air Merupakan Jaminan Negara

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

Perjalanan negara tergantung pada hubungan antara politik dan hukum. Secara idealis hukum tidak dipengaruhi oleh politik, namun ada kaitan yang erat antara politik dan hukum (Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta: Pusat 2018).

Sehingga sudah seharusnya negara sebagai tempat di mana manusia hidup memerlukan perangkat hukum yang dapat menjamin kehidupan masyarakat yang berkeadilan. Dalam menjalani kehidupan bernegara tidak terlepas dari hukum.

Negara hukum memiliki pengertian negara yang dalam menjamin keadilan dan kebaikan hidup rakyatnya berdiri di atas hukum (Darwin Botutihe, Pembangunan Hukum dengan Pendekatan Teori Hukum Inklusif pada Negara Hukum Pancasila, Jurnal Al-Himayah, Volume 3 Nomor 1, Maret 2019).

Negara hukum berpedoman bahwa segala kekuasaan di dalam negara dijalankan berdasarkan hukum yang berlaku, di mana dalam praktiknya terdapat dua unsur yaitu hubungan pemerintah dengan rakyat berdasarkan norma objektif tidak berdasar kekuasaan, dan norma obyektif tersebut harus memenuhi syarat bukan hanya formal tetapi juga dapat dipertahankan (Dosen Pendidikan, Pengertian Negara Hukum,(www.dosenpendidikan.com, 2019)

Salah satu ahli rujukan dalam membahas Negara Hukum adalah Friedrich Julius Stahl dengan pandangannya tentang Rechtsstaat. Unsur-unsur yang  harus ada di dalam Rechtsstaat yang pertama adalah pengakuan hak asasi manusia, kedua adalah pemisahan kekuasaan, ketiga adalah sistem pemerintahan berdasar undang-undang, dan keempat adalah peradilan administrasi.

Rechtsstaat atau negara hukum dalam tradisi Anglo Saxon disebut rule of law. Unsur yang harus ada di dalam rule of law antara lain supremasi hukum, persamaan di hadapan hukum, dan konstitusi berdasarkan hak asasi manusia.

Adapun syarat-syarat negara demokratis di bawah rule of law yang pertama adalah perlindungan konstitusional, kedua adalah kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, ketiga adalah pemilihan untuk yang bebas, keempat adalah bebas menyatakan pendapat, kelima adalah kebebasan beroposisi dan berserikat, dan keenam adalah pendidikan kewarganegaraan (A. Ahsin Thohari, Hak Konstitusional dalam Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:Erlangga, 2016).

Di dalam Pasal 33 UUD 1945 yang memberikan penjelasan bahwa dilarang menguasai sumber daya alam secara individu/ orang seorang maupun golongan tertentu. Segala praktik ekonomi, investasi dan bisnis tidak boleh bertentangan dengan prinsip yang termaktub dalam pasal 33, salah satu sumber daya alam adalah air yang dikuasai oleh negara karena air merupakan sumber kehidupan manusia dan  manusia tidak bisa bertahan hidup tanpa air.

Air digunakan oleh manusia selain untuk kebutuhan hidup sehari-hari juga digunakan untuk industri, pembangunan dan tempat umum. Untuk itu sektor air mendapat penanganan prioritas utama karena menyangkut kebutuhan orang banyak.

Apabila tidak tertangani dengan baik maka akan terjadi krisis air bersih, karena minimnya ketersediaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan satu wilayah, ketimpangan ini dialami sebagian besar wilayah Indonesia. Meningkatnya industri, meningkatnya pembangunan, mengakibatkan meningkat pula jumlah penduduk, ketersediaan air semakin terbatas.

Hak atas air adalah hak tertinggi dalam bidang hukum yaitu hak asasi manusia dijamin dalam Konstitusi UUD45 pasal 28 H yang membahas hak hidup. Pasal-pasal lainnya penegakkannya perlu jaminan hak asasi manusia terdapat pada pasal 27 ayat 2, pasal 28 A, dan lain-lain.

Perangkat Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Air mengalami berbagai permasalahan air sejak Indonesia ikut meratifikasi hasil dari Konferensi Dublin Irlandia tahun 1992 yang digagas oleh Negara Barat melirik negara dunia ketiga.

Berubahnya fungsi air dari fungsi sosial ke fungsi ekonomi dengan mencetuskan The Dublin Statement on water and suistanable Development (Dublin Principle). Masuknya resep ekonomi neoliberal bertumpu pada kebijakkan privatisasi, deregulasi dengan keyakinan jika intervensi negara berlebihan dalam pembangunan merupakan kesalahan menyebabkan pasar tidak berjalan dengan baik, hingga hak rakyat untuk mendapatkan air bersih dihambat seiring dilepaskannya pengelolaan air oleh negara pada swasta.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air mencabut Undang-undang no 11 tahun 1974 tentang pengairan (Lembaran Negara No 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046) dan dinyatakan tidak berlaku kembali.

Pertimbangan dalam Undang-Undang No 17 tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air karena air merupakan kebutuhan dasar hidup manusia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa Indonesia, air juga sebagai bagian dari sumber daya air merupakan cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak yang dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai amanah konstitusi UUD 1945.

Bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat sumber daya air perlu dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras untuk mewujudkan sinergi keterpaduan antara wilayah, antara sektor, dan antar regenerasi.

Dengan diberlakukan kembali Undang-Undang Nomor 11 tahun 1974 tentang pengairan, setelah Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena banyak pasal yang melanggengkan usaha privatisasi dan komersialisasi sumber daya air sehingga banyak tantangan dari berbagai kalangan, karena masih banyak kekurangan dan belum dapat mengatur secara menyeluruh  mengenai pengelolaan sumber daya air sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum hingga perlu diganti.

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004, Nomor 008/PUU-III/2005, dan Nomor 85/PUU-XI/2013 menyebutkan,

“Bahwa air tidak hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara langsung saja. Sumber daya yang terdapat pada air juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti pengairan untuk pertanian, pembangkit tenaga listrik, dan untuk keperluan industri. Pemanfaataan sumber daya air tersebut juga mempunyai andil yang penting bagi kemajuan kehidupan manusia, dan menjadi faktor yang penting pula bagi manusia untuk dapat hidup secara layak. Ketersediaan akan kebutuhan makanan, kebutuhan energi/ listrik akan dapat dipenuhi, salah satu caranya adalah melalui pemanfaatan sumber daya air.”

Pengesahan Undang-Undang no 17 tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air sampai saat ini belum ada konkritisasi hukum berupa peraturan pemerintah yang mengatur lebih teknis, hingga dianggap terjadi kekosongan hukum dan tidak implementatif.

Pasal mengenai BJPSDA dalam UU No 17 tahun 20019 tentang Sumber Daya Air  ini inkonstitusional karena dianulir oleh MK dalam UU No 7 tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air pada 15 Februari 2015, Gugatan uji materi datang dari Persatuan Pegawai Indonesia Power (PPIP) dan Serikat Pekerja Pembangkit Jawa dan Bali(SPPJB), dua perusahaan di bawah Listrik Negara (Persero).

Gugatan diajukan karena mengaktifkan kembali klausul Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) menurut Sekjen PPIP Andy Wijaya mengatakan biaya ini akan dimasukkan dalam harga jual listrik, hingga listrik mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat (Tempo 27 Agustus 2020).

Fenomena yang terjadi saat ini adalah persoalan krisis air bersih yang terjadi tidak hanya satu daerah saja, tetapi terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Permasalahan kelangkaan air berakar ketersediaan air bersih memburuk dan ketersediaan sumber air yang menipis, faktor yang mempengaruhi penyebab krisis air bersih karena iklim, populasi yang meningkat, dan beberapa akar permasalahadalam.

Penyediaan air bersih dijamin dalam pasal 33 UUD 1945 ayat 3 yang berbunyi Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Kebijakan tersebut dipertegas dalam UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa pemenuhan air bersih bagi masyarakat merupakan salah satu tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai bagian dari pelayanan publik yang harus mereka lakukan.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adanya peningkatan rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum layak di Indonesia, namun tidak ada provinsi yang memiliki air minum layak hingga 100 persen.

Provinsi yang akses tertinggi sumber air layak minum adalah Bali pada tahun 2017 mencapai 90,85 persen, disusul DKI Jakarta sebesar 88,93 persen. DKI sebelumnya sempat mendapat peringkat pertama mencapai 92,44 persen, namun karena jadi menurum seiring memburuknya mutu air sungai Ciliwung sejak 2014 sampai dengan 2016 berstatus tercemar berat.

Rendahnya akses air bersih dialami oleh Provinsi Lampung yang mencatat 53,79 persen rumah tangga akses air layak minum.

Provinsi menempati peringkat terendah adalah Bengkulu dengan 43,83 persen yang memiliki akses air minum layak pada tahun 2017.

Disebutkan dalam Seri Pembangunan Wilayah Provinsi Bengkulu pada tahun 2015 rendahnya akses air layak minum karena penyelenggaraan air minum dan sanitasi, karena kesadaran masyarakat untuk berprilaku hidup sehat dan bersih masih rendah (tirto.id, 20 Maret 2018).

Krisis air bersih akan memberikan dampak yang cukup serius bagi kelangsungan hidup manusia juga mahluk lainnya seperti yang terjadi kabupaten Mojokerto Jawa Timur 60 persen air sumur tercemar limbah B3.

Air tersebut diyakini penyebab penyakit dermatitis yang diderita 432 warga Desa Lakardowo hingga Januari 2017. Kasus lainnya ditemukan bakteri Ecoli pada sumber air minum di Jogja salah satunya adalah sumur terlindung selama November 2016.

Kita bisa melihat model pengelolaan air di Korea, pengembangan sektor air dan sanitasi, mempunyai misi pengembangan berkelanjutan seiring dengan pertumbuhan penduduknya. Sehingga sanggup memenuhi kebutuhan akan air 90 persen berasal dari pengolahan air limbah, tidak mengandalkan dari alam menimbang kondisi Korea sangat rentan dengan kekeringan. Dengan bantuan Bank Dunia, Korea membangun sektor airnya berinvestasi di infrastruktur air dan air limbah.

Negara mendirikan perusahaan air dan air limbah kota, insinyur terlatih dan spesialis terus mengembangkan sektor vital ini, Korea Water Resources Corporation merupakan lembaga pemerintah untuk mengembangkan sumber daya air yang lebih komprehensip untuk menyediakan air bagi publik dan industri di Korea Selatan (Alexander Danilenko.Korea :A Model For Development of the water and Sanitat/on Sector www.blogs.worldbank.org.2016)

Air merupakan public goods barang non-rival yang dicirikan apabila barang tersebut dikosumsi oleh seseorang maka tidak akan mengurangi kesempatan dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) dan sebagai wujud kewajiban negara  (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya.

Jika negara mengakui hak atas air bagi masyarakat maka negara harus menjadi pihak yang mengintervensi penyediaan air bersih. Kebijakan penyediaan air bersih harus mempunyai visi panjang terintegrasi dalam penyediaan dan pengeloaan air adalah mutlak dan yang harus dilakukan oleh pemerintah (Info Singkat Vol VI No.20/P3DI/Oktober/2014).

Tugas Negara dalam mencapai kesejahteraan umum, maka sangat penting dibentuk berbagai peraturan Negara Republik Indonesia. Lembaga Negara terletak di atas masyarakat. Norma Hukum publik dibentuk oleh Lembaga Negara  (Penguasa negara dan wakil rakyat). Proses pembentukkan norma hukum publik harus dilakukan lebih hati-hati karena harus bisa memenuhi kehendak masyarakat.

Norma hukum yang terakhir adalah pelaksanaan (verordung) dan aturan otonom (outonome satzung). Peraturan Pelaksanaan bersumber dari delegasi wewenang sedangkan peraturan otonom bersumber dari kewenangan atribusi (Prihatin Kusdini, Jurnal Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan Atas Hak Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat).

Prihatin Kusdini

Mahasiswa Pasca Sarjana Doktor Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945