Hak Azasi Manusia dalam Hukum Perspektif Sumber Daya Alam

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

MANUSIA mempunyai hak azasi sebagai manusia dari mana munculnya hak itu? Sejak tertanam dalam pembuahan dalam Rahim seorang perempuan detak jantung sang janin mulai berdetak sejak itulah hak manusia itu melekat, cukup umur janin itu lahir maka haknya untuk hidup, ha katas nama, serta asal usul, hak kewarganegaraannya nyata secara hukum, sumber segala hak ada pada konstitusi negaranya.

Negara dibentuk oleh masyarakat melalui kontrak sosial untuk menjamin terjadinya kelangsungan ketertiban kehidupannya, hak lebih dulu ada dari pada negara. Negara merupakan ide manusia  untuk menjamin terlaksananya hak setiap orang yang ada dalam negaranya. Hak lebih dulu hadir dari kewajiban, kewajiban hadir setelah mencapai kematangan secara fisik maupun psikis, baik secara hukum maupun sosial.

Dalam pengamatan alam terdiri atas dimensi ruang dan dimensi waktu, dimensi ruang meliputi ruang bawah yang tak tampak, ruang tengah yang terhampar, dan ruang atas yang menggantung. Dalam dimensi waktu, alam meliputi siang yang terang  dan malam yang gelap. Dimensi ruang bawah menyimpan beragam mineral gas, air yang dapat digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya, dan dimensi ruang tengah tempat berdiri manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan untuk dikelola sebagai bahan makanan.Dimensi atas merupakan pusat siklus hidup yang menumbuhkan ruang tengah dan tempat rekreasi ke indahan dikala malam.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang krusial dan sebagai titik sentral ketatanegaraan. Pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 mengandung cita-cita, suasana kebatinan (geistlichen hintergrund) dan hukum dasar (droit constitutionnel) bangsa Indonesia dan mengandung nilai luhur bangsa yang bersumber dari dasar negara dan pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila.

Konstitusi menjadi dasar, instrument penting dan pedoman segala hal dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Konstitusi menjadi barometer, batasan dan acuan dalam menjalankan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa di negara.

Konstitusi yang tercipta sarat bukti historis perjuangan bangsa terdahulu sekaligus berisi gagasan atau ide dasar yang digariskan oleh pendiri bangsa dan negara. Menjadi petunjuk arah bagi generasi penerus dalam menjalankan dan mengemudikan negara menuju cita-cita luhur bangsa. Sebagaimana tercantum di dalam pasal 33 UUD 1945 yang memberikan penjelasan bahwa dilarang menguasai sumber daya alam secara individu/ orang seorang maupun golongan tertentu.

Segala praktik ekonomi, investasi dan bisnis tidak boleh bertentangan dengan prinsip yang termaktub dalam pasal 33.  Hukum yang dibangun untuk ekonomi Indonesia sesuai pasal 33 tersebut bersifat memaksa. Sehingga sumber ekonomi dan seluruh kekayaan negara tidak menjadi monopoli individu atau golongan tetapi berasaskan kekeluargaan, kebersamaan dan merata secara kontinyu untuk dinikmati bangsa Indonesia. Ciri khas kehidupan bangsa Indonesia dan nasionalisme yang kuat salah satunya tercermin dari pasal 33 ini.

Perjuangan bangsa Indonesia sangatlah panjang untuk memperoleh kemerdekaan sehingga dapat menata rumah tangga negara nya sendiri. Tidak luput dari perhatian yaitu pengelolaan segala kekayaan yang terkandung di tanah air Indonesia dengan cita-cita mencapai kemakmuran dan kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia. Sehingga para pendiri bangsa sangat concern dalam merancang undang-undang yang menjadi dasar penguasaan negara atas segala kekayaan yang dimiliki negara tidak terkecuali penguasaan negara ata sumber daya air untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan dalam kehidupan seluruh rakyat Indonesia secara berkeadilan.

Air sebagai Barang Publik dan HAM atas Air

Air di dalam UUD 1945 memiliki kedudukan sebagai barang publik “public good” dan HAM atas air. Air sebagai barang publik tercermin di dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bahwa “Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Hak asasi manusia atas air terdapat di dalam Pasal 28H yang membahas hak hidup serta pasal-pasal lainnya yang penegakannya perlu jaminan hak asasi manusia atas air seperti Pasal 27 Ayat 2, Pasal 28A, dan lain-lain Penguasaan negara terhadap sumber daya alam secara keseluruhan sebagaimana yang terkandung di wilayan Negara Republik Indonesia tercantum di dalam Pasal 33 Ayat 2 yang berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”.

Ketentuan yang tercantum di dalam Pasal 33 Ayat 5 UUD 1945 yang berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang”,  telah melahirkan berbagai undang-undang turunan “organic” antara lain: UU Minerba, UU Minyak dan Gas Bumi, UU Penanaman Modal, UU Perkebunan, UU Kehutanan, dan UU Sumber Daya Air.

Adapun pedoman penyelenggaraan pengelolaan kekayaan negara tercantum di dalam Pasal 33 Ayat 4 yang berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”

Kata kebersamaan efisiensi keadilan mengubah niat terselubung untuk memasukkan pandangan ekonomi neoliberal yang membuka pintu kapitalisme dan imperialism. Sehingga yang terjadi adalah pasar bebas membuka jalan daulat pasar dan menggeser daulat rakyat, yang akibatnya akan menggusur orang miskin bukan menghapus kemiskinan.

Efisiensi berkeadilan tersebut mengantarkan kepentingan pribadi menjadi seakan-akan kepentingan masyarakat, individual preference berubah menjadi social preference. Dengan kata lain, hal ini menjadi transformasi atau perubahan makna bahwa yang sebenarnya adalah ekonomi berasaskan perseorangan menjadi sistem ekonomi berasaskan kebersamaan dan kekeluargaan. Lahirnya undang-undang ini merupakan perwujudan pelaksanaan amanat konstitusi negara UUD 1945 pasal 33.

Pemerintah untuk dapat melaksanakan penguasaan dan pengelolaan sumber daya air memerlukan perangkat hukum sebagai landasan legal konstitusional dalam eksekusi pengelolaan sumber daya air diseluruh wilayah Indonesia.

Air menjadi penunjang berbagai kegiatan pertanian, perikanan, pariwisata, tenaga listrik, air bersih pedesaan dan perkotaan. Sehingga air menjadi salah satu faktor penting dalam usaha negara mewujudkan kesejahteraan hidup rakyatnya. Dari tahun ketahun sejalan dengan pertumbuhan jumlah populasi rakyat dan berbagai perubahan sesuai dengan perkembangan zaman kebutuhan terhadap air pun menjadi meningkat. Meningkatnya kebutuhan air tersebut menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakannya.Hak-hak rakyat dalam UUD NRI 1945 menurut F. Sugeng Istianto mencakup hak-hak asasi klasik dan hak asasi sosial, yang dimaksud hak-hak asasi klasik adalah hak-hak asasi yang menuntuk kebebasan dari campur tangan pemerintah agar pemerintah tidak berbuat sewenang-wenang, adapun yang dimaksud hak asasi sosial adalah hak-hak asasi yang justru menuntut campur tangan pemerintah.

Dalam hal ini jaminan hak atas air merupakan penjelmaan dari pemenuhan hak asasi masyarakat Indonesia yang terdapat pada pasal 33 ayat 3 UUD NRI 1945 mengenai hak penguasaan negara mengandung hak sosial yang menuntut campur tangan pemerintah, ha katas air merupakan hak asasi yang datang dari konteks ekologi  tertentu dari manusialah  yang memunculkan ha katas air. Masuknya negara dalam pengelolaan air sebagai wujud hak menguasai dan merupakan bentuk perlindungan hak-hak asasi itu terjaga dan terjamin bagi seluruh Rakyat yang tidak dapat dihilangkan oleh siapapun, hak atas air merupakan yang bersifat kodrati yang menjadi kebutuhan dasar manusia.

Air Bersih sebagai Hak Dasar

Resolusi Majelis Umum PBB pada tahun 2010 Menyatakan bahwa akses air minum dan sanitasi yang bersih dan aman merupakan hak asasi manusia dan merupakan elemen penting untuk menikmati hak atas hidup secara menyeluruh. Voting yang dilakukan oleh 163 Negara yang menyetujui 122 Negara 41 abstein.

Majelis Umum PBB mendesak masyarakat internasional dan negara-negara yang menandatangani resolusi untuk meningkatkan usaha penyediaan air bersih dan sanitasi aman,bersih dan mudah dijangkau oleh seluruh manusia.

Sejarah UU Pengelolaan Sumber Daya Air

Era Kolonial  ditetapkan Algemeen water reglament tahun 1936 tidak dibebani untuk membayar pemakaian air, tapi ditekankan  pada masalah pemeliharaan bersama. Era Orla lahir UU PA No 5 tahun 1960 yang menganut asas nasionalitas, pencerahan bagi petani menjanjikan penataan pengelolaan air.

Era Orba lahir UU 11/1974 tentang Pengairan, Indonesia terjebak utang bantuan Luar negeri karena konsep pembangunan mencapai Swasembads pangan dan masuknya bisnis swasta ke sektor air, hingga lahir UU 7/2004 perlakuan warga neagara asing  sama dengan warga negara Indonesia asas national treatment berimplikasi peraturan hukum Indonesia berubah untuk mengakomodir asas tersebut.

Komersialisasi air sangat merugikan masyarakat, hingga digugat oleh 12 warga Jakarta Ormas Sipil, solidaritas perempuan,Walhi,Urban poor consortium, akhirnya dibatalkan MK dalam putusan No 85/PUU-XI/2013 karena UU tidak mencerminkan pasal 33 UUD 1945 terhadap penguasaan air oleh Negara demi kemakmuran rakyat. Dan disyahkan kembali UU No 11 tahun 1974.

Era Reformasi pada tanggal 15 Oktober 2019 disyahkan UU No 17 tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air. Mewujudkan amanah konstitusi secara murni hingga sehingga cita-cita bangsa Indonesia dapat terwujud. Hak penguasaan negara yang kuat memiliki 4 implikasi, pertama hak atas air dianggap sebagai yang melandasi tata kelola air mengeliminasi peran swasta, kedua Pembekuan Privatisasi namun dimaknai sebagai aktor sehingga pengelolaan dapat dilakukan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat sipil, ketiga negara menguasai penuh pengelolaan sumber daya air, namun negara gagal memenuhi kebutuhan air bersih, akan memunculkan peran swasta , ke empat insentif bagi masyarakat untuk mengelola air bersihnya sendiri tidak ada.

Dalam hal ini Pemerintah dan swasta tidak mampu memenuhi air bersih masyarakat  di daerah terpencil, sehingga masyarakat inisiatif untuk mengelola air bersihnya sendiri secara berkelompok. Oleh karena itu arah kebijakan pemerintah Penyediaan air minum berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) program hibah dari pemerintah pusat  dengan adanya peran masyarakat berupa penyertaan dana Cost sharing minimal 20 persen  baik Inchash 4 persen maupun Inkind 16 persen dari total biaya pembangunan dibiayai pemerintah pusat 80 persen pendapatan murni APBN atau pinjaman luar negeri atu hibah luar negeri.

Dana hibah ini sebagai insentif kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota untuk melaksanakan peran dan tanggung jawabnya dalam penyediaan air minum didaerahnya sesuai mekanisme PMK No. 188/PMK017/2012 tentang hibah pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan tata penyaluran dana hibah  kepada pemerintah daerah.

PAMSIMAS ini juga bertujuan Meningkatkan akses layanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat berpenghasilan rendah  di pedesaan, khususnya masyarakat di desa tertinggal dan masyarakat pinggiran kota di Jawa Barat. Perencanaan Pamsimas seperti pemilihan kebutuhan air dan pelaksanaan kegiatan menyertakan partisipasi masyarakat, tidak terkecuali kaum perempuan.

Kesimpulannya

Bahwa UU Sumber Daya Air merupakan produk hasil konstetasi  serta perimbangan kekuatan dalam tata kelola air antara negara, swasta dan masyarakat  belum dapat mengeliminasi penguasaan swasta, tetapi dengan mengakui peran signifikan yang diatur secara terlembaga dan terbuka.***

Penulis adalah Ketua Bidang Kajian Hukum dan Perundang-Undangan DPP Perhakhi (Perkumpulan Penasihat Hukum dan Konsultan Hukum Indonesia)