Dituntut Lima Tahun Penjara Kasus Benur, Edhy Prabowo: Saya Merasa Tidak Salah

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (baris pertama) saat mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat/RMOL
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (baris pertama) saat mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat/RMOL

Tuntutan lima tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak membuat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo mengakui keterlibatannya dalam kasus suap izin ekspor benur.


"Saya merasa tidak salah dan tidak punya wewenang. Saya sudah delegasikan semua, bukti persidangan sudah terungkap sejak awal. Tapi yang jelas saya serahkan semuanya ke Majelis Hakim," ujar Edhy usai mendengar tuntutan JPU di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (29/6).

Akan tetapi, mantan Waketum Gerindra ini akan tetap bertanggung jawab atas apa yang terjadi di KKP saat dirinya menjabat sebagai Menteri.

"Saya tidak lari dari tanggung jawab, tapi saya tidak bisa kontrol semua kesalahan yang dilakukan oleh staf-staf saya. Sekali lagi, kesalahan mereka adalah kesalahan saya karena saya lalai," jelas Edhy seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL.

Edhy pun akan menyampaikan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan JPU pada sidang selanjutnya.

"Banyak hal (yang akan disampaikan di pledoi), nanti dengarkan saja, saya mohon doanya," tegasnya.

Dalam perkara suap benur ini, Edhy Prabowo dituntut lima tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.

Edhy juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp Rp9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS dikurangi seluruhnya dengan uang yang sudah dikembalikan. Tak hanya itu, Edhy juga dituntut tidak bisa dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah menjalani pidana pokoknya.