Digeladah Bak Teroris, Abdul Somad Diusir Dari Hongkong

RMOL. Ustadz Abdul Somad mendapat perlakuan tidak mengenakan dari petugas bandara di Hongkong.


RMOL. Ustadz Abdul Somad mendapat perlakuan tidak mengenakan dari petugas bandara di Hongkong.

Da'i yang terkenal lewat karena gaya penyampaian kajian ilmu fiqihnya itu dipulangkan paksa, saat hendak memenuhi undangan pengajian warga Indonesia di Hongkong.

Ia yang lantas dipisahkan dari rombongan, sempat digeledah kurang lebih 30 menit oleh petugas bandara sebelum diusir.

"Saya tanya kenapa? Dia bilang kita belum bisa memberi izin untuk masuk tanpa menyebut alasan," ujar Ustadz.

Setelah penggeledahan selesai, petugas tersebut langsung mengantar kembali Abdul Somad ke dalam pesawat yang ditumpanginya saat datang ke Hongkong.

Dalam sebuah ruangan di dalam bandara, petugas menginterogasi Abdul Somad dengan banyak pertanyaan. Dia merasa dianggap teroris karena petugas bandara cukup lama memeriksa nama-nama dalam kontak ponselnya.

"Gaya dia (petugas) lihat kartu-kartu nama di HP saya salah satunya nama itu kan Rabbitoh Habbaral Baitul Alawiyyin karena lambang bintang, ini yang lama ditanyain, kayaknya mereka curiga kita teroris," papar Abdul Somad.

Namun hal itu dibantahnya langsung. Penceramah ini menjelaskan bahwa dirinya tidak ada keterkaitan apapun dengan politik maupun ormas.

"Saya bilang saya seorang dosen, kemudian saya sebutkan satu-satu universitas tempat saya mengajar," lanjut Abdul Somad.

Berikut klarifikasi lengkap dari Ustad Abdul Somad tentang insiden di Bandara Internasional Hongkong melalui laman akun Facebook-nya:

1. Saya sampai di Hongkong pukul 15.00 WIB (jam tangan belum saya ubah).

2. Keluar dari pintu pesawat, beberapa orang tidak berseragam langsung menghadang kami dan menarik kami secara terpisah; saya, Sdr. Dayat dan Sdr. Nawir.

3. Mereka meminta saya buka dompet. Membuka semua kartu-kartu yang ada. Diantara yang lama mereka tanya adalah kartu nama Rabithah Alawiyah (Ikatan Habaib). Saya jelaskan. Di sana saya menduga mereka tertelan isu terorisme. Karena ada logo bintang dan tulisan Arab.

4. Mereka tanya-tanya identitas, pekerjaan, pendidikan, keterkaitan dengan ormas dan politik. Saya jelaskan bahwa saya murni pendidik, intelektual muslim lengkap dengan latar belakang pendidikan saya.

5. Lebih kurang 30 menit berlalu. Mereka jelaskan bahwa negara mereka tidak dapat menerima saya. Itu saja. Tanpa alasan. Mereka langsung mengantar saya ke pesawat yang sama untuk keberangkatan pukul 16.00 WIB ke Jakarta.

Ustad Abdul Somad kemudian berpesan, agar sahabat-sahabat panitia jangan pernah berhenti menebar kebaikan di jalan da’wah. Meski banyak kejadian di luar harapan.

"Kita hanya bisa berusaha dan berdoa. Qaddarallah, ada hikmah di balik itu semua. Mohon maaf tidak terhingga buat sahabat-sahabat pahlawan devisa negara di Hongkong," pungkasnya.

Keputusan Hongkong mendeportasi Ustad Abdul Somad sangat disayangkan dan patut dikecam.

Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari meminta pemerintah Indonesia mempertanyakan pengusiran itu.

"Kementerian Luar Negeri memiliki Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri di bawah Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler bisa menanyakan imigrasi Hongkong mengapa mendeportasi Ustadz Abdul Somad, sehingga jelas dan tidak ada praduga," kata Kharis dalam keterangannya, Minggu pagi (24/12/2017) dilansir Kantor Berita Politik RMOL.
 
Kharis mengingatkan kembali amanah konstitusi dalam pembukaan UUD 1945 bahwa melindungi WNI adalah kewajiban negara.

"Perlindungan WNI di luar negeri merupakan prioritas utama bagi Kemenlu RI, apabila semua WNI sudah memenuhi syarat dan administrasi prosedural dan sah untuk memasuki wilayah negara lain dan kemudian dideportasi, kita berhak menanyakan apa yang salah dari WNI terkait," tegas Kharis.

Dalam pasal 19 huruf b UU 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri secara tegas menyatakan bahwa Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban "inter alia" antara lain memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.

Kharis menambahkan  meskipun melindungi WNI adalah kewajiban negara, masyarakat Indonesia perlu diberi pemahaman dan kesadaran bahwa mereka harus mampu menjaga dirinya sendiri (self protectio).

WNI yang akan bepergian ke luar negeri  harus memahami prosedur, ketentuan yang berlaku baik di Indonesia maupun di negara tujuan, hak dan kewajiban.

"Dan hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama untuk memberikan pemahaman tersebut. Ketika kita berada di luar negeri, di mana kewenangan pemerintah RI dibatasi oleh adanya kedaulatan hukum di negara di mana WNI tersebut berada. Pemerintah tetap harus melindungi WNI sesuai aturan hukum internasional dengan tetap menghormati hukum di negara tersebut," demikian Kharis. [nat]