Berkat Asset Recovery Naik 157 Persen, Terobosan Firli Dipercaya

Firli Bahuri/Net
Firli Bahuri/Net

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibawah pimpinan Firli Bahuri memiliki terobosan baru dalam menindak kasus korupsi. Hasilnya, terjadi peningkatan asset recovery mencapai 157 persen.


Capaian itu disampaikan langsung oleh Ketua KPK Firli Bahuri dalam kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, pada Rabu (8/6).

Diurai Firli, capaian asset recovery KPK periode Januari-Mei 2022 sebesar Rp 179,39 miliar. Capaian itu bila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021, yakni sebesar Rp 71,134 miliar, mengalami peningkatan sebesar 157 persen.

"Kami sampaikan pada forum ini, sampai dengan 21 Mei 2022, pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi mencapai Rp 179,390 miliar atau meningkat 157 persen dibanding pada periode yang sama tahun 2021 yaitu Rp 71,134 miliar," ujar Firli.

Firli menjelaskan, capaian tersebut diperoleh melalui terobosan baru yang dilakukan KPK untuk meningkatkan asset recovery. Yakni dengan melakukan lelang benda sitaan tanpa harus menunggu putusan pengadilan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 105/2021 tentang Lelang Benda Sitaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Dengan demikian, dapat terjaga nilai aset hasil tindak pidana korupsi agar tidak turun secara drastis," kata Firli.

Berdasarkan Pasal 3 PP 105/2021, KPK dapat melakukan lelang benda sitaan mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, atau perkara telah dilimpahkan ke pengadilan. Syaratnya, benda sitaan memiliki kriteria yang lekas rusak, membahayakan, atau biaya penyimpanan yang terlalu tinggi. Selain itu, benda sitaan juga harus memperoleh izin dari tersangka atau kuasanya untuk dilelang.

Di samping itu, Firli juga mengungkapkan bahwa realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh KPK pada semester I tahun 2022 mencapai Rp 179,3 miliar. Lebih tinggi dari target yang ditetapkan sebesar Rp 141 miliar.

Secara rinci sumber penerimaan PNBP KPK, di antaranya dari penanganan perkara tindak pidana korupsi sebesar Rp 168,93 miliar, gratifikasi yang ditetapkan KPK sebesar Rp 1,3 miliar, dan PNBP umum sebesar Rp 9,1 miliar.

Kemudian dari hasil penerimaan PNBP 2022 tersebut, KPK melakukan Penetapan Status Penggunaan Asset (PSPA) kepada kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah (KLPD), sebesar Rp 24,270 miliar.

Sehingga, aset hasil tindak pidana korupsi tersebut dapat dipergunakan secara efektif untuk menunjang kinerja KLPD dalam memberikan pelayanan publik ke masyarakat.

Adapun kementerian yang menerima PSPA dari KPK di antaranya Kementerian Hukum dan HAM dengan nilai aset Rp 630,6 juta, Kementerian ATR/BPN Rp 574,7 juta, Pemerintah Kabupaten Bangkalan Rp 16,23 miliar, dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara Rp 6,83 miliar.

Selain itu kata Firli, KPK juga aktif melakukan monitoring implementasi rencana aksi Strategi Pemberantasan Korupsi (Stranas PK). Per triwulan I 2022, monitoring implementasi Stranas PK yang dilakukan KPK mencapai 38,8 persen atau meningkat 5 persen dari periode Triwulan IV 2021.

"Atas berbagai hasil kinerja tersebut, kami berkomitmen untuk tidak berpuas diri. KPK akan terus berupaya meningkatkan PNBP dan asset recovery dari berbagai sektor yang ditangani," pungkas Firli.

Dalam kesempatan ini, DPR mengapresiasi capaian kinerja KPK, yang tidak hanya menguatkan peran penindakan saja, tapi juga gencar melakukan upaya edukasi dan kampanye antikorupsi kepada Masyarakat, serta perbaikan tata kelola sistem dengan berkolaborasi dan bersinergi bersama kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah.

"Kami apresiasi berbagai program pencegahan yang diinisasi KPK untuk perbaikan sistem maupun pendidikan antikorupsi. Pencegahan dan Penindakan berjalan beriring dengan kecepatan yang sama," ujar Anggota Komisi III DPR RI, Johan Budi.

Johan menilai, kolaborasi KPK dengan berbagai pemangku kepentingan dalam pemberantasan korupsi selaras dengan semangat bahwa korupsi adalah musuh bersama, maka pemberantasannya pun harus melibatkan semua pihak.

Dibentuk berdasarkan UU 30/2002, KPK merupakan lembaga negara independen dalam rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaan tugasnya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

KPK tidak hanya dibentuk untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), namun juga sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga lainnya berjalan lebih efektif dan efisien.