Banyak Kasus Korupsi Mangkrak, Rapor Merah Bagi Jaksa

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman/Net
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman/Net

Kinerja penegakan hukum di Kejaksaan Agung kembali menyita perhatian. Terutama dalam hasil jajak pendapat kepemimpinan nasional yang diselenggarakan Litbang Kompas baru-baru ini.


Dalam surveinya, citra positif Kejaksaan Agung masih di bawah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi. Bahkan lebih rendah dari citra positif Polri yakni sebanyak 77 persen. 

Teranyar, di momen dua tahun Presiden Joko Widodo-Maruf Amin, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) memberikan rapor merah dengan penilaian yang jelek semua untuk kinerja Jaksa Agung ST Burhanuddin atas dasar kegagalannya dalam melakukan penyelesaian terhadap kasus pelanggaran HAM masa lalu. 

Menanggapi hasil survei Litbang Kompas, rapor merah juga disampaikan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). MAKI menyebut Kejaksaan Agung belum menghadirkan keadilan dalam proses penegakan hukum.

"Saya menghormati hasil survei dan meminta Kejagung untuk menjadikannya sebagai perbaikan. Karena kenyataannya Kejagung belum menghadirkan keadilan dalam proses penegakan hukum," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada wartawan, Jumat (22/10).

Menurutnya, selain kasus Jiwasraya dan Asabri, masih banyak kasus yang mangkrak dan itu juga berlarut-larut, sehingga tidak mendatangkan keadilan. 

Boyamin menyebut salah satunya kasus Indosat uang pengganti Rp 1,2 triliun yang sampai sekarang belum dieksekusi. Padahal, menurutnya, peristiwa perkaranya sudah 6 tahun yang lalu, dan juga belum disidangkan. 

"Sampai saya mengajukan gugatan praperadilan dua kali, dalam kasus Indosat," kata Boyamin.

Selanjutnya Boyamin juga mencontohkan kasus Bank Mandiri yang sudah 5 tahun yang lalu debiturnya PT CSI (PT Central Steel Indonesia) itu baru menyidangkan kroco, kelas kecil. 

"Sementara pemegang saham dan orang yang diduga menikmati paling banyak dari uang korupsi belum diproses sampai sekarang dan itupun juga sudah saya gugat praperadilan," kata Boyamin. 

Ia juga menyinggung terkait dengan kasus eks jaksa Pinangki Sirna Malasari yang masih banyak misteri belum terpecahkan, dan terkesan ditutup-tutupi.

"Misalnya terkait peran king maker," kata Boyamin.

Boyamin juga menyoroti kasus pelanggaran HAM terkait Semanggi 1 dan Semanggi 2 yang belum terselesaikan.

 Menurutnya, di bagian pengawasan misalnya banyak oknum jaksa nakal yang kemudian tidak diberi sanksi berat. 

"Bahkan ada yang kena kasus korupsi, ada yang saya catat, kepada yang bersangkutan tidak dipecat. Saya tidak bisa nyebut namanya, tapi saya punya catatan itu bahwa ada yang korupsi tapi tidak dipecat," kata Boyamin.

Boyamin menyebut hal yang kemudian menjadi tidak adil. Ia mengatakan bahwa banyak jaksa yang baik, yang berkarya, pintar, tidak melakukan kesalahan tapi mereka tidak dipromosi sesuai kepintarannya, hanya banyak yang diparkir.

Sementara, menurutnya, orang-orang yang diduga nakal malah tidak dipecat dan ada beberapa yang mendapatkan promosi.

Boyamin mendorong semua perkara, baik pidana umum termasuk pelanggaran HAM berat harus segera dituntaskan.

"Dituntaskan itu tidak harus dibawa ke pengadilan, dihentikan, dihentikan aja, nanti segera saya uji ke praperadilan, nanti bisa seperti kasus Pelindo," demikian Boyamin.