Aktivis Lingkungan Pertanyakan Kasus Pembuangan 500 Ton Batubara Ke Laut

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kejahatan Lingkungan (KMSAKL) Bengkulu mempertanyakan proses penyidikan pihak kepolisian atas kasus pembuangan 500 ton baru bara milik PT Injatama Coal Mining di Pantai Muara Sungai Ketahun, Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.


Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kejahatan Lingkungan (KMSAKL) Bengkulu mempertanyakan proses penyidikan pihak kepolisian atas kasus pembuangan 500 ton baru bara milik PT Injatama Coal Mining di Pantai Muara Sungai Ketahun, Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.

Koordinator KMSAKL Bengkulu Ali Akbar mengungkapkan, selama ini Polda Bengkulu dalam melakukan penyelidikan tim penyidik hanya  mengandalkan hasil uji kualitas air laut yang sudah jelas tidak bisa dijadikan acuan untuk membuktikan kejahatan lingkungan dalam pembuangan 500 ton batu bara ke laut.

Menurutnya, laporan KMSAKL atas pembuangan batu bara yang disampaikan ke Polda Bengkulu pada 16 Agustus 2017 tidak menunjukkan hasil signifikan sebab penyidik justru bertumpu pada pembuktian pencemaran laut. Sementara, perbedaan waktu antara pengambilan sampel air laut dengan kejadian pembuangan batu bara sudah berselang selama dua pekan.

"Hasil uji kualitas air itu sama sekali tidak relevan lagi karena kejadian pembuangan tanggal 26 Juli sedangkan sampel diambil setelah tanggal 12 Agustus," kata Ali.

Sebelumnya dalam surat yang disampaikan Polda Bengkulu ke KMSAKL terkait kemajuan penyidikan, disebutkan bahwa hasil uji laboratorium yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLH) menyebutkan tidak terjadi pencemaran laut.

Padahal, kata Ali, bukti pembuangan berupa video yang direkam warga, kesaksian warga bahkan pengakuan dari pihak pemilik kapal tongkang telah membenarkan terjadinya pembuangan batu bara.

"Pertanyaan mendasar adalah apakah membuang batu bara ke laut menyalahi aturan atau tidak, karena perkara pembuangan itu pun sudah diakui pemilik kapal tongkang," ujarnya.

Karena itu, bukti berupa video, keterangan warga setempat dan pengakuan pihak pemilik kapal tongkang batu bara yang beralasan melakukan tindakan pembuangan batu bara ke laut tersebut untuk keselamatan kru, hal ini  dinilai cukup untuk menjerat pelaku berdasarkan Undang-Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU no 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Sementara dalam proses penyidikan, fakta tersebut diabaikan dan proses penyidikan lebih menitikberatkan pembuktian tindakan pencemaran dengan pengukuran baku mutu air laut.

"Kami akan membalas surat Polda ini dan juga menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang hasil uji laboratorium yang tidak signifikan itu," kata Ali.

Ditambahkannya, bila kasus tersebut tidak diungkap, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan. Selain itu, kasus ini juga menjadi cerminan minimnya pengawasan atas pengelolaan lingkungan di daerah ini. [Y21]