22 Pengaduan Masuk Ke MK, Sengketa Calon Gubernur Nol

RMOLBengkulu. Mahkamah Konstitusi (MK) membuka pendaftaran perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tingkat kabupaten/kota dan tingkat Provinsi, mulai Rabu (4/7) hingga Rabu (11/7). Hasilnya, 22 calon bupati/wali kota mengadukan dugaan adanya kecurangan, sedangkan untuk sengketa pilkada calon gubernur nol alias tidak ada aduan.


RMOLBengkulu. Mahkamah Konstitusi (MK) membuka pendaftaran perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tingkat kabupaten/kota dan tingkat Provinsi, mulai Rabu (4/7) hingga Rabu (11/7). Hasilnya, 22 calon bupati/wali kota mengadukan dugaan adanya kecurangan, sedangkan untuk sengketa pilkada calon gubernur nol alias tidak ada aduan.

Senin siang (9/7), suasana pendaftaran sengketa Pilkada di Gedung MK terlihat ramai. Belasan petugas sibuk melayani pemohon yang mendaftar, baik melalui online maupun offline. Mereka terlihat antusias menerima pengaduan yang masuk. Begitupun juga pemohon yang siap menyerahkan tumpukan berkas yang dibawanya kepada petugas.

"Kami mau lapor kecurangan Pilkada di Kabupaten Pulang Pisang (Kalimantan Tengah)," ujar Regginaldo Sultan, kuasa hukum pasangan calon bupati (Cabup) dan wakil bupati (wabup) Idham Amur dan Ahmad Jayadikarta, di Gedung MK, kemarin.

Pengaduan sengketa Pilkada serentak 2018 bertempat di lan­tai 1 Gedung MK. Pengaduan bisa melalui online maupun of­line. Melalui online pengunjung bisa mengakses di laman MK melalui www.mahkamahkon­stitusi.go.id.

Untuk offline, pemohon harus datang langsung ke Gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Di tempat ini, pemohon harus mengikuti alur pendaftaran yang telah disiap­kan. Setelah masuk ke gedung MK, pemohon akan diarahkan petugas menuju layar yang berada tepat di belakang pintu masuk. Layar tersebut berisikan nomor urut antrian permohonan sengketa Pilkada mulai dari ka­bupaten, kota, gubernur.

Setelah mendapat nomor antri­an, pemohon diminta menung­gu ke ruang tunggu. Karena tidak banyak orang, pemohon dimita menuju meja registrasi. Ada 10 meja yang disiapkan. Rinciannya, 4 meja pendaftaran langsung, 2 meja pendaftaran online, 2 meja konsultasi dan 2 meja pelayanan pengujian Undang-Undang. "Kami buka mulai jam 07.00 WIB sampai jam 12 malam," ujar salah satu petugas registrasi yang enggan disebutkan namanya itu.

Di meja registrasi seluruh berkas akan diperiksa. Mulai dari identitas pemohon, peti­tum, legalitas standing, hingga bukti Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum (SK KPU) terkait penetapan perolehan hasil suara. Bila sudah leng­kap, pemohon mendapat tanda terima. Bila kurang lengkap, diminta untuk memperbaiki.

"Seluruh berkas sudah leng­kap," ujar Reginaldo kembali.

Reginaldo mengaku, kebera­tan dengan hasil keputusan KPU Pulang Pisang, Kalimantan Tengah (Kalteng) yang meme­nangkan pasangan yaitu H. Edy Pratowo â€" Pudjirustaty Narang ( Edy-Taty) dengan raihan se­banyak 35.811 suara, sedang­kan H. Idham Amur â€" Ahmad Jayadikarta ( Idham-Jaya) se­banyak 33.009 suara. Pasalnya, lanjut dia, ada dugaan kecuran­gan di 37 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Pulang Pisang.

"Kami punya bukti, saksi-saksi dan juga video yang sudah diajukan ke MK," ujarnya.

Reginaldo merinci bentuk kecurangan di 37 TPS yaitu, adanya pemilih ganda, pembu­kaan segel kotak suara sebelum perhitungan suara di kecamatan. "Juga ada kecurangan kota tidak segel," ungkapnya.

Sebetulnya, dia mengaku sudah melaporkan seluruh kecurangan ke panitia pengawas (panwas) na­mun tidak direspon dengan baik. "Maklum soalnya lawan kami calon petahana," kata dia.

Dengan banyaknya bukti yang diajukan, Reginaldo optimis MK akan mengabulkan gugatan un­tuk melakukan pemilihan suara ulang (PSU) di 37 TPS. Apalagi, dia menyebut selisih suara hanya 2.802 suata atau 4,08 persen. "Kalau permohonan kami dika­bulkan akan mempengaruhi perolehan suara," klaim dia.

Sementara, calon Wakil Bupati Pulang Pisang, Kalteng, Ahmad Jayadikarta berharap agar MK tidak terlalu keras dalam me­maknai ambang batas suara dalam menerima permohonan sengketa Pilkada. "Jangan lang­sung ditolak, tapi harus diteliti dulu laporannya," harap Jaya di Gedung MK, kemarin.

Jaya mengakui, selisih suara dengan pasangan pemenang lebih dari 4 persen atau lebih dari yang diatur dalam undang-undang. "MK harus memutuskan permohonan berdasarkan bukti-bukti di lapangan," harap dua.

Sementara, Juru Bicara (Jubir) MK Fajar Laksono mengatakan, MK telah menerima aduan dari 22 Kabupaten/kota sejak dibuka Rabu (4/7) hingga Senin (9/7). Dari jumlah itu, 14 kabupaten/ kota mengajukan permohonan langsung ke MK dan sisanya 8 kabupaten/kota mengajukan melalui online. "Kalau tingkat propinsi belum ada satupun yang mendaftar," ujar Fajar kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Fajar menyebut 14 kota yang mendaftar secara langsung yaitu, Kota Tegal, Kota Pare-Pare, Kota Gorontalo, Kota Madiun, Kabupaten Bangkalan (1) dan Bangkalan (2), Kab, Bolaang Mongondow, Kab, Biar Numfor, Kota Cirebon, Kota Padang Panjang, Kab, Sinjai, Kab, Subulussalam, Kab, Pulang Pisau dan Kab, Rote Ndao.

"Melalui online, Kota Serang, Kota Bekasi, Kab, Donggala, Kab, Pinrang, Kab, Banyuasin, Kab, Subang, Kab, Tapanuli Utara, Kab, Kerinci," sebut dia.

Fajar memprediksi jumlah sen­gketa Pilkada 2018 yang masuk ke MK sebanyak 96 sampai 112 perkara. Jumlah itu, kata dia, berdasarkan data tahun 2017 lalu, dari 101 daerah yang menggelar pilkada serentak, ada 60 perkara yang masuk. "Dari tren itu bisa jadi Pilkada serentak 2018 ada 96-112 perkara," sebut dia.

Menurut Fajar dalam pilkada serentak 2018, ada beberapa daerah belum menggelar pe­mungutan suara karena menga­lami kendala, baik terkait per­soalan keterlambatan logistik, bencana, konflik dan ancaman keamanan yang terjadi di daerah setempat.

Latar Belakang
Seluruh Sengketa Pilkada Tuntas 26 September

Permohonan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 di Mahkamah Konstitusi (MK) telah dibuka. Untuk sengketa tingkat kabupaten/kotamadya, mulai Rabu (4/7) hingga Sabtu (7/7), dan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sejak Sabtu (7/7) hingga Rabu (11/7).

Dalam Pilkada 2018 yang digelar 27 Juni, ada 171 daerah yang menyelenggarakan pemi­lihan. Terdiri dari 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. MK memprediksi dari 171 daerah yang menjadi peserta pilkada 2018, sekitar 112 daerah diper­kirakan akan mengajukan per­mohonan perkara perselisihan hasil pilkada.

Sebelumnya, dalam pilkada serentak 2017, hanya 101 daerah yang melaksanakan pemilihan. Rinciannya, 7 provinsi, 76 ka­bupaten, dan 18 kotamadya seluruh Indonesia. Hasilnya, ada 50 permohonan sengketa pilkada dari 48 daerah tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Rinciannya, tingkat provinsi hanya 4 daerah yakni Banten, Aceh, Gorontalo dan Sulawesi Barat. Sisanya, 35 permohonan tingkat kabupaten.

Dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Pilkada dan Peraturan MK, berisikan pen­gajuan gugatan ke MK bisa dilakukan apabila memenuhi syarat sebagai berikut,

Untuk Pilkada Provinsi, den­gan jumlah penduduk kurang dari 2 juta maka maksimal selisih suara 2 persen, jumlah penduduk 2 juta-6 juta maka maksimal selisih suara 1,5 persen, jumlah penduduk 6 juta-12 juta maksi­mal selisih suara 1 persen dan jumlah penduduk lebih dari 12 juta maka maksimal selisih suara 0,5 persen.

Sedangkan, untuk kabupaten/ kota dengan jumlah penduduk kurang dari 250 ribu maka maksimal selisih suara 2 persen, jumlah penduduk 250 ribu-500 ribu maksimal selisih suara 1,5 persen, jumlah penduduk 500 ri­bu-1 juta maksimal selisih suara 1 persen dan jumlah penduduk lebih dari 1 juta maka maksimal selisih suara 0,5 persen.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK, Guntur Hamzah menegaskan, MK siap menerima, mengadili, dan memutus permohonan sengketa pilkada. "Pendaftaran dibuka tang­gal mulai 3 Juli dan dapat dilaku­kan pendaftaran secara online," ujar Guntur.

Guntur mengingatkan pasan­gan calon kepala daerah atau kuasanya tidak perlu terburu-bu­ru datang ke MK untuk menga­jukan pendaftaran permohonan. Dari daerah masing-masing da­pat mendaftar sengketa pilkada melalui online yang telah di­siapkan MK. Formulir pendaft­arannya pun telah disederhana­kan, sehingga mudah dilakukan pemohon nantinya.

"Setelah melakukan pendaf­taran secara online, setelah itu datang ke MK untuk meng­konfirmasi apakah benar akan mendaftar sengketa pilkada dan melengkapi data-data yang diperlukan. Semua tahapan ini dapat dilihat di website MK," ujarnya.

Guntur menuturkan, pendaf­taran sengketa pilkada akan berakhir tanggal 11 Juli. Setelah itu, pemeriksaan kelengkapan berkas permohonan sengketa pilkada tanggal 12 Juli hingga 17 Juli. Selanjutnua, perbaikan ke­lengkapan berkas para pemohon tanggal 16 Juli hingga 20 Juli.

Setelah tanggal 23 Juli, kata Guntur, akan dilakukan registra­si atau pencatatan permohonan-permohonan pemohon dalam BRPK (Buku Registrasi Perkara Konstitusi). "Jangka waktu penyelesaian perkara sengketa pilkada selama 45 hari kerja se­jak berkas (lengkap) teregistrasi pada 11 Juli," kata dia.

Setelah itu, sidang pendahu­luan untuk mengetahui perkara mana yang memenuhi syarat selisih suara menggugat hasil pilkada seperti diatur Pasal 158 UU Pilkada. "Nantinya, ada putusan dismissal untuk menentukan kelanjutan perkara itu," kata dia.

Sebab, menurut Guntur, hal terpenting dalam syarat pen­gajuan permohonan sengketa pilkada ini, harus memiliki selisih 0,5 persen sampai dengan 2 persen sesuai jumlah penduduk daerah setempat dari total hasil rekapitulasi penghitungan suara sah yang ditetapkan KPUD setempat. [ogi]